Investasi Pertamina Tiga Tahun Terakhir Belum Sesuai Aturan

Arnold Sirait
4 Oktober 2017, 17:34
Pertamina
Katadata | Arief Kamaludin

Investasi PT Pertamina (Persero) selama tiga tahun terakhir belum sepenuhnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan sistem pengendalian internal yang berlaku. Ini merupakan kesimpulan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kegiatan investasi hulu untuk tahun anggaran (TA) 2014, 2015 dan semester I-2016 di perusahaan pelat merah tersebut.

Setidaknya ada beberapa permasalahan utama pengendalian internal atas kegiatan investasi hulu pada PT Pertamina (Persero). Pertama, investasi akusisi ConocoPhillips Algeria Ltd (COPAL). “Proses akuisisi ini belum sesuai dengan Pedoman Pengembangan Usaha Hulu secara anorganik,” dikutip dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2017, Rabu (4/10).

Salah satu yang belum sesuai dengan pedoman itu adalah proses tahapan kegiatan investasi akuisisi COPAL tidak berurutan sesuai dengan pedoman yang berlaku. Kemudian dokumen studi kelayakan didasari data dan informasi yang kurang lengkap. Selain itu, valuasi aset COPAL tidak mempertimbangkan tingkat produksi dalam revisi rencana pengembangan (revised development plan/RDP) 2005 dan realisasi produksi minyak mentah belum sesuai dengan prediksi (forecast).

Kedua, akusisi 10% hak kelola ExxonMobil di West Qurna 1 di Irak. Kegiatan ini belum sesuai karena perjanjian jual beli aset telah dilakukan tanggal 2 Agustus 2013. Ini artinya mendahului persetujuan dari Dewan Komisaris, yang  baru diperoleh tanggal 20 November 2013.

Realisasi produksi minyak Blok West Qurna 1 Irak belum mencapai target sesuai dengan prediksi dalam valuasi. Akibatnya, remuneration fee Pertamina menjadi lebih kecil dari rencana.

Ketiga, jual beli Blok 10 dan 11.1 Vietnam antara Pertamina, Petrovietnam (PVEP), Petronas Carigali (PCOSB) dan Quad Energy. Perjanjian jual beli itu ditandatangani lebih dahulu sebelum mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina dan tanpa melalui prosedur formal perusahaan.

Selain itu, studi kelayakan dan mitigasi risiko atas proyek investasi kedua blok itu dilakukan setelah perjanjian membeli blok itu ditandatangani. Biaya tunai (cash call) yang dikeluarkan oleh Pertamina untuk Blok 10 & 11.1 Vietnam membebani keuangan perusahaan.

Hasil pemeriksaan BPK itu juga menyoroti proses pengadaan barang dan jasa di Pertamina yang tidak sesuai dengan ketentuan. Salah satunya adalah perubahan lingkup pekerjaan (PLK) kontrak rekayasa teknis pada Joint Operating Body Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi (JOB PMTS). Perubahan itu dilakukan sebelum mengajukan permohonan persetujuan ke SKK Migas.

Hal lainnya adalah proses pengadaan pipa untuk anjungan PHE-12 yang tidak sesuai dengan Pedoman Tata Kerja BP Migas No.007/revisi-II/PTK/I/2011. Hal tersebut mengakibatkan harga hasil pengadaan kurang optimal.

BPK juga menyoroti belum disusunnya pedoman pengadaan oleh PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore. Padahal dalam pengadaan, perlu pedoman untuk mengetahui nilai total dan nilai per item penawaran dari peserta pengadaan (bidder) dan harga pasar pada saat negosiasi.

Pertamina juga belum memiliki pedoman yang mengatur tentang metode perhitungan valuasi aset akuisisi. Itu termasuk hal-hal yang relevan untuk dimasukkan sebagai asumsi perhitungan valuasi aset.

Hasil pemeriksaan BPK lainnya adalah realisasi produksi dari investasi di lapangan Murphy Oil Company di Malaysia tidak sesuai dengan target produksi Pertamina. Ini dipicu keterlambatan rencana mulainya (start up) dan peningkatan (ramp up) produksi, penurunan produksi lapangan Kikeh dan tingginya penghentian kegiatan yang tidak direncanakan (unplanned shutdown).

Atas berbagai permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi Pertamina agar memperbaiki tahapan pelaksanaan proses investasi akuisisi. Tujuannya supa lebih tertib dan selalu mempedomani anggaran dasar, peraturan, serta pedoman dalam melakukan persetujuan/ penandatanganan suatu proyek investasi.

 Pada umumnya Pertamina sependapat dengan hasil temuan pemeriksaan BPK. General Manager JOB PertaminaMedco E&P Tomori Sulawesi menambahkan bahwa Perubahan Lingkup Kerja (PLK) pada Proyek JOB PMTS, dapat dikerjakan tanpa harus menunggu persetujuan SKK Migas terlebih dahulu.

Pernyataaan itu sesuai dengan Pedoman PTK 007 Buku Kelima Tahun 2012. Aturan itu menyebutkan PLK Damage Control dapat dilaksanakan tanpa harus dikonsultasikan terlebih dahulu oleh Kontraktor KKS dengan fungsi pengendali/ pengawas teknis di SKK Migas.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...