Cerita Jokowi Soal Proyek PLTU Batang
Penandatanganan kontrak pendanaan (Financial Closing) proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang sempat tertunda. Seharusnya penandatanganan ini dilakukan kemarin di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Namun jadwal dan tempatnya berubah, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin menyaksikan langsung acara di Istana Negara hari ini.
PLTU Batang merupakan proyek kerja sama pemerintah dan swasta pertama yang diterapkan di Indonesia. Jokowi mengatakan proyek PLTU Batang sebenarnya sudah ditetapkan sejak 2006. Hingga 10 tahun proyek ini mangkrak, belum bisa terbangun. Jokowi pun telah meresmikan proyek ini pada Agustus tahun lalu, 10 bulan kemudian baru pembangunan proyeknya bisa berjalan.
“Memang problem di lapangan bukan masalah yang remeh dan kecil. Kalau saya ceritakan, sehari enggak akan selesai, rumit,” kata Jokowi saat penandatangan tersebut di Istana Negara, Kamis (9/6). (Baca: Mangkrak Pasca Diresmikan Jokowi, PLTU Batang Bisa Dibangun April)
Pada 6 Oktober 2011, PLN dan PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) sebenarnya telah menandatangani perjanjian jual beli listrik (PPA) dari PLTU Batang untuk 25 tahun. BPI merupakan konsorsium perusahaan Jepang dan Indonesia yang menggarap proyek tersebut. Konsorsium ini terdiri dari Electric Power Development Co., Ltd. (J-Power), PT Adaro Power, dan Itochu Corporation.
Setelah penandatangan PPA, seharusnya proyek ini bisa segera dibangun. Namun, masalah pembebasan lahan mengakibatkan proyek ini berhenti selama empat tahun. Masalah ini belum bisa selesai hingga pemerintahan sebelumnya berakhir. Pemerintahan pun berganti, Jokowi terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketujuh.
Awal tahun 2015, investor PLTU Batang menanyakan nasib proyeknya ke Jokowi. “Ditanyakan ke saya bagaimana jalan keluarnya. Saat itu saya berjanji, enam bulan akan coba saya selesaikan,” ujarnya saat penandatanganan tersebut. (Baca: Presiden Minta Menteri dan Menko Cari Solusi Megaproyek Listrik)
Ternyata janji Jokowi meleset, target enam bulan tidak bisa terealisasi. Akhir tahun lalu, proses pembebasan lahan yang menghambat proyek ini selesai. Namun, pembangunan pembangkit batu bara ini belum juga bisa berjalan. Masalah komitmen pembiayaannya belum rampung.
Saat berkunjung ke Jepang beberapa waktu lalu, Perdana Menteri Shinzo Abe menanyakan perkembangan proyek PLTU Batang. Jokowi mengatakan tugasnya sudah selesai melakukan pembebasan lahan proyek pembangkit di Jawa Tengah ini.
“Sekarang saya bertanya gantian PM, financial closing-nya kapan?” ujarnya menceritakan pertemuan tersebut. “Ternyata tadi sudah diselesaikan langsung. Financial closing sudah diserahkan, artinya proyek ini berjalan meski sedikit terlambat dari janji saya.”
Nilai investasi proyek PLTU Batang mencapai US$ 4,2 miliar atau sekitar Rp 55,8 triliun dengan kurs sekarang. BPI mendapat pendanaan untuk proyek ini dari Japan Bank International Corporation (JBIC) menggelontorkan dana hingga US$ 3,4 miliar. (Baca: Proyek Infrastruktur Rp 147 Triliun Mangkrak)
Menurutnya PLTU Batang berkapasitas 2x1.000 megawatt (MW) merupakan proyek yang besar untuk kebutuhan dan kepentingan rakyat. Pemerintah pun harus turun menyelesaikan setiap masalah yang menghambat pelaksanaan proyek ini.
Kebutuhan listrik setiap tahun terus bertambah. Jika proyek pembangkit ini tidak berjalan sekarang, dia sudah membayangkan krisis listrik akan tambah meluas pada 2019. Investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia juga akan berpikir ulang jika pasokan listriknya tidak ada.
“Saya minta investor agar proyek ini jangan mundur. Kerjakan, 2019 sesuai janji harus selesai. Saya ikuti, saya pastikan. Pasti saya cek dua tiga kali ke lapangan. Sehingga diharapkan ini 2x1.000 MW yang lain juga setelah ini mengikuti untuk financial closing-nya.
Presiden Direktur BPI Mohammad Effendi mengatakan, setelahfinancial close maka konstruksi pembangkit listrik akan segera dimulai. Proses konstruksi diperkirakan akan memakan waktu selama empat tahun dan akan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date/COD) pada 2020.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan proyek PLTU Batang yang dikenal dengan nama Central Java Power Plant, memiliki nilai yang sangat besar bagi Indonesia. Merupakan proyek listrik terbesar di Asia dengan menggunakan teknologi ultra-supercritical yang membuatnya lebih efisien.