Nasib Operator Baru Blok Jabung di Tangan Kementerian ESDM
Nasib kontrak Blok Jabung yang akan habis pada 2023 hingga kini belum jelas. Pertamina dan Petrochina masih bersaing ketat memperebutkan hak pengelolaan blok migas di Jambi tersebut.
Pelaksana Tugas Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Susana Kurniasih mengatakan kedua perusahaan telah mengirimkan proposal ketertarikan untuk mengelola Blok Jabung. Namun, keputusannya masih dalam pembahasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Belum ada perubahan apapun, belum ada kata final, belum ada perkembangan. Jadi, masih tektokan terus," ujar dia kepada Katadata.co.id, Senin (26/10).
Yang jelas, akan ada perubahan komposisi kepemilikan hak partisipasi di blok migas itu. Operator saat ini, yaitu Petrochina, dan partnernya, Petronas, bakal menggandeng perusahaan lain. “Soal ini masuk dalam pembahasan evaluasi. Tetapi detailnya saya kurang tahu, berapa persen dan siapa nantinya yang akan menjadi partner baru," ujarnya.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto pada jumpa pers akhir pekan lalu menargetkan keputusan operator Blok Jabung pada lambat akhir tahun ini. Kinerja dari operator saat ini, menurut dia, cukup bagus.
Pada tahun lalu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM yang masih diemban Djoko Siswanto menyebut belum ada keputusan pengelolaan Blok Jabung. Pemerintah bakal menunggu perubahan komposisi pemegang hak partisipasi, meskipun Petrochina dan Pertamina sudah mengajukan penawaran perpanjangan kontrak blok tersebut.
Petrochina International Jabung Ltd saat ini menjadi operator Blok Jabung dengan hak kelola 27,85%. Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Jabung memiliki 14,28%. Pemegang hak kelola lainnya adalah Petronas Carigali sebesar 27,85% dan PT PP Oil & Gas sebesar 30%.
Potensi Blok Jabung
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan potensi pengembangan Blok Jabung masih menjanjikan, terutama produksi gasnya. Harapannya, pengelolaan blok migas itu dapat sepenuhnya diserahkan oleh Pertamina. Hanya saja, jangan sampai perusahaan pelat merah ini harus membayar kewajiban signature bonus yang memberatkan seperti di Blok Rokan, Riau.
Apabila pemerintah tetap ingin melihat perusahaan besar melanjutkan operasinya, hak kelola dapat kembali ke operator existing. "Lebih baik melihat penawaran terbaik dari masing-masing perusahaan sehingga bisa menguntungkan negara," kata dia.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto berpendapat pengelolaan blok migas terminasi sebaiknya tidak melulu dilihat soal dikotomi siapa yang paling bagus dalam mengelola suatu blok. Kalkulasi teknologi dan keekonomiannya tak kalah penting.
Bagi Indonesia, dengan produksi 10 ribu barel per hari (BOPD), Blok Jabung masuk kategori cukup menarik. Apalagi masih ada potensi pengembangan dan optimasi lanjutan sehingga dapat meningkat 20% hingga 30% produksinya. "Tinggal dilihat saja proposal siapa yang lebih baik untuk produksi nasional dan iklim investasi secara keseluruhan," ujarnya.
Hingga akhir September 2020, SKK Migas mencatat rata-rata produksi minyak Blok Jabung mencapai 16 ribu bopd atau 106,3% dari target blok itu yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2020. Realisasi gasnya mencapai 174 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 106,2% dari target.