Peluang Pengembangan Logam Tanah Jarang untuk Industri Pertahanan RI

Image title
25 November 2020, 19:27
logam tanah jarang, rare earth, timah, pertambangan, batan
Kristaps Eberlins/123RF
Ilustrasi. Indonesia memiliki potensi logam tanah jarang cukup besar di Kepulauan Riau hingga Bangka Belitung.

Dalam UU Ominus Law Cipta Kerja pun secara umum sudah diatur untuk mineral ikutan radioaktif. "Sebagian studi tekno ekonomi sudah dilakukan untuk pabrik rare earth oksida (lanthanum, cerium, neodymium), tapi belum komprehensif untuk aplikasinya," katanya.

Direktur Center for Indonesian Resources Strategic Studies (Cirrus) Budi Santoso berpendapat potensi logam tanah jarang cukup besar karena hampir semua potensi tambang mengandung mineral tersebut. Keberadaannya selalu berada di dalam mineral yang lain.

Ia mendorong regulasi yang mengatur pengembangan rare earth di Indonesia dapat digenjot. "Harus didorong bagaimana pengambilan atau ekstraksi unsur tanah jarang tidak rumit dan mahal," ujarnya.

Saat ini proses perizinannya masih serumit komoditas mineral utama. Dampaknya, banyak unsur tanah jarang yang dibuang bersama limbah lainnya. Para pengusaha tambang tidak mau ambil pusing untuk mengembangkan atau mengolahnya.

Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo berpendapat potensi rare earth cukup tinggi. Logam ini dapat bersumber dari magmatik, endapan sekunder atau sedimen, bahkan sampai terdapat dari produk sampingan industri pengolahan.

Pada pemerintahan Kabinet Kerja 2014-2019, logam tanah jarang pernah menjadi komoditas strategis. Tapi pengembangannya belum optimal, bahkan tidak menjadi prioritas. “Pemerintah perlu memiliki time table jelas untuk mengembangkannya secara konsisten,” ucap Singgih.

Perencanaan itu khususnya untuk memetakan gondisi geologi rare earth element (REE), pasokan (sumber daya, karakteristik, analisis teknologi dan ekonomi), industri manufaktur, permintaan, dan riset serta pengembangannya. Dari situ, pemerintah kemudian dapat membuat regulasi yang tepat.

Pakar Hukum Pertambangan Ahmad Redi mengatakan, UU Minerba belum mengatur pengusahaan logam tanah jarang. “Begitu pula dengan UU Ketenaganukliran yang masih menempatkan mineral radioaktif belum dapat dikomersialisasi,” katanya.

Kemunculan UU Cipta Kerja dapat menjadi awal baru pengembangan logam tanah jarang. Di dalamnya tertulis badan usaha milik negara alias BUMN dalam mengusahakan mineral radioaktif. Harapannya, hasil tambang ini dapat mulai dimanfaatkan untuk kepentingan industri pertahanan.

Tambang
Ilustrasi penambangan mineral. (KATADATA)

Siapa Produsen Terbesar Logam Tanah Jarang?

Tiongkok saat ini merupakan produsen rare earth terbesar di dunia. Melansir dari Financial Times, tahun lalu Negeri Manufaktur ini menguasai 60% produksi logam tanah jarang dunia. Di posisi berikutnya adalah Amerika Serikat sebesar 12%, menggeser Australia.

Volume impor logam tanah jarang Tiongkok melonjak 74% pada paruh pertama 2020 dibandingkan periode yang sama di 2019. Kenaikan ini terjadi karena banyaknya permintaan dari pabrik peleburan, pembuat magnet, hingga industri kendaraan listrik.

Ketika pembicaraan dagang kedua negara di ambang kehancuran pada Mei 2019, Presiden Tiongkok Xi Jinping datang mengunjungi sebelah selatan Provinsi Xi Jiang. Daerah ini memproduksi rare earth terbesar di negara itu. Banyak analis berpendapat, aksi Xi tersebut sebagai pengingat kepada Presiden Donald Trump siapa yang berkuasa di sektor logam tanah jarang.

Pada 30 September lalu, Trump menandatangani Perintah Eksekutif 13817. Langkah ini sebagai upaya mengembalikan produksi logam tanah jarang ke negaranya. Presiden AS ke-45 itu ingin mematahkan dominasi Tiongkok atas rantai pasokan mineral tersebut.

Logam tanah jarang memuat 17 unsur kimia dalam tabel periodik. Keberadaanya cukup banyak di bagian kerak bumi tapi sulit untuk menambangnya. Proses ekstraksinya butuh teknologi tinggi sehingga biayanya pun tidak murah.

Komoditas tambang yang pertama kali ditemukan oleh Carl Axel Arrhenius pada 1787 ini banyak dipakai untuk berbagai bidang. Mulai dari peralatan elektronik, otomotif, persenjataan, hingga teknologi nuklir. Produk mesin jet, satelit sistem pengarah misil, hingga laser memakai logam tanah jarang. Karena itu, pemanfaatannya di Indonesia menjadi sangat krusial.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...