Pertamina Cari Dukungan Investor demi Kejar Transisi Energi
Pertamina terus mengejar target implementasi program transisi energi agar berjalan sesuai waktu yang direncanakan, salah satunya dengan memastikan dukungan positif dari investor.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina Iman Rachman mengatakan dunia saat ini menghadapi disrupsi permintaan yang signifikan, baik jangka pendek akibat Covid-19 maupun jangka panjang.
Ke depan, permintaan energi fosil global diprediksi akan tetap tumbuh dan mencapai puncaknya pada 2030, sebelum kemudian menurun seiring pertumbuhan energi baru dan terbarukan (EBT) yang pesat.
“Saat ini, kami sedang proses menuju transisi energi. Untuk itu, portofolio energi Pertamina akan diselaraskan dengan target bauran energi yang tertuang dalam grand strategy Energi Nasional tahun 2025,” ujar Iman dalam keterangan tertulis, Selasa (29/6).
Di Indonesia sendiri permintaan energi diprediksi akan pulih pasca Covid-19 pada 2022 dan kemudian tumbuh sekitar 2,1% per tahun hingga 2040. Secara nasional, bauran energi akan mendukung penurunan emisi dengan target 29% di 2030 dengan tetap memenuhi kebutuhan energi nasional yang mencapai 7 juta tera joule.
Adapun target bauran energi Pertamina secara umum adalah mengurangi porsi penggunaan BBM dan LPG menjadi 64% dan meningkatkan porsi penggunaan gas menjadi 19% serta EBT menjadi 17% dari total bauran energi di 2030.
Dalam rangka mencapai target bauran energi tersebut, Pertamina akan membangun rantai pasok migas yang terintegrasi dan secara aktif. Khususnya membangun portofolio EBT dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri.
“Dengan strategi tersebut, pada tahun 2030 Pertamina akan memasok sekitar 71% dari total kebutuhan energi Indonesia,” tambahnya.
Di samping itu, Pertamina tetap berupaya meningkatkan produksi minyak dan gas melalui optimasi lapangan eksisting dan lapangan potensial yang bernilai tinggi (crown jewels). Kemudian menjalankan EOR melalui kemitraan, operasional yang terdigitalisasi, akselerasi aset pengembangan dan eksplorasi.
Simak indeks transisi energi Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN pada databoks berikut:
Selain itu, Pertamina juga tetap melanjutkan sejumlah proyek strategis. Di antaranya seperti program pengembangan kilang (RDMP), pembangunan kilang (GRR), Petrokimia serta green refinery dengan kapasitas 6-100 kilo ton per tahun (KTPA) dan etanol 50 metrik ton (MT) per tahun pada 2025.
Lalu peningkatan kapasitas panas bumi menjadi 1.128 megawatt (MW) di 2026. Pertamina juga terlibat dalam holding baterai untuk memproduksi baterai 140 GWh pada 2029 serta mengembangkan ekosistem baterai kendaraan listrik termasuk bisnis swapping & charging.
Menurut Iman, adaptasi terhadap transisi energi juga diwujudkan Pertamina dengan membangun transmisi dan distribusi gas baru serta membangun pabrik Metanol untuk gasifikasi berkapasitas 1.000 KTPA di 2025.
Inisiatif transisi energi lain yang dijalankan Pertamina yakni melakukan revitalisasi rencana bisnis yang terkait gas kota untuk 30 juta rumah tangga, mengembangkan bisnis dan niaga LNG, dan meningkatkan portofolio di sektor kelistrikan melalui pembangkit berbahan bakar gas, panas bumi dan surya.
Dengan inisiatif bisnis tersebut, Pertamina akan mengalokasikan sekitar 9% dari belanja modal periode 2020-2024 khusus untuk pengembangan EBT. Nilai ini lebih tinggi dari investasi EBT perusahaan energi internasional yang rata-rata hanya sebesar 4,3%.
Sejumlah proyek Pertamina tersebut merupakan proyek strategis nasional 2020-2024, baik di sektor hulu, hilir maupun energi terbarukan. Hal ini berpotensi dikolaborasikan untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional.
“Peluang kemitraan lainnya juga dapat dilakukan dalam proyek-proyek strategis Pertamina dan rencana unlocking values dalam rangka optimalisasi nilai Pertamina Group,” kata Iman.