Harga Batu Bara Moncer, PTBA dan Arutmin Bakal Tingkatkan Produksi
Beberapa produsen batu bara berniat untuk merevisi target produksi di tahun ini. Hal ini seiring dengan adanya kenaikan harga dari komoditas emas hitam.
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menjadi salah satu perusahaan yang berniat untuk menambah target produksi di tahun ini. Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie mengatakan pihaknya berencana untuk menggenjot produksi hingga 30,7 juta ton tahun ini.
Menurut dia kenaikan harga batu bara selama semester I-2020, maka kinerja keuangan perusahaan akan terdorong dengan peningkatan produksi. Apalagi kontribusi perusahaan dalam pencapaian target produksi nasional juga cukup besar.
"Sebagaimana disebutkan oleh Kementerian ESDM, PTBA termasuk dalam 10 besar produsen batu bara yang terdampak positif dari kenaikan harga batu bara," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (7/7).
Sementara, General Manager Legal & External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani mengatakan pihaknya juga berencana untuk meningkatkan produksi di tahun ini. Arutmin saat ini tengah tahap kajian operasional dan ekonomi. "Kami akan sesuaikan dengan cadangan, peralatan dan permintaan pembeli juga," ujarnya.
Adapun Arutmin berencana untuk meningkatkan tambahan produksi sekitar 5-6 juta ton dari target produksi tahun ini sebesar 21-22 juta ton.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batu bara acuan (HBA) Indonesia pada Juli 2021 sebesar US$ 115,35 per ton. Angka ini naik US$ 15,02 per ton dibandingkan Mei yang sebesar US$ 100,33 per ton.
Simak perkembangan HBA Indonesia pada databoks berikut:
Kenaikan ini utamanya dipicu oleh tingginya tingkat konsumsi di negara-negara Asia Timur dan menjadi HBA tertinggi dalam 10 tahun terakhir, sejak November 2011.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan, konsumsi batu bara Tiongkok terus mengalami lonjakan. "Kapasitas pasokan batu bara domestik Tiongkok terus menipis seiring kembalinya geliat aktivitas pembangkit listrik," ujar Agung Senin lalu.
Tiongkok sendiri cukup kewalahan memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri akibat terjadinya kendala operasional seperti adanya kecelakaan tambang dan perubahan cuaca berupa hujan yang ekstrim.
Selain Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan juga menunjukkan grafis kenaikan serupa. "Ini berimbas pada kenaikan harga batubara global," katanya.
Ketetapan kenaikan HBA ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.121.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batu bara Acuan untuk Bulan Juli Tahun 2021 dan ditetapkan oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 2 Juli 2021.
Kenaikan ini merupakan rekor tertinggi baru, setelah sebelumnya pada Juni lalu juga menembus US$ 100,33 per ton, dan mencatatkan sebagai HBA tertinggi sejak November 2011 yang saat itu mencapai US$ 116,65 per ton. "Kenaikan ini menjadi yang paling tinggi dalam satu dekade," kata Agung.
Sebagai informasi, HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total Moisture 8%, Total Sulphur 0,8%, dan Ash 15%.
Terdapat dua faktor turunan yang mempengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh season (cuaca), teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal.
Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti LNG, nuklir, dan hidro.
Nantinya, HBA bulan Juli ini akan dipergunakan pada penentuan harga batubara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).