Telah Penuhi DMO Batu Bara, ESDM Cabut Larangan Ekspor Borneo Indobara
Kementerian ESDM mencabut sanksi larangan ekspor batu bara kepada PT Borneo Indobara setelah perusahaan tersebut memenuhi komitmen penjualan batu bara untuk kepentingan domestik atau domestic market obligations (DMO).
Borneo Indobara merupakan satu dari 34 perusahaan yang terkena sanksi tersebut karena belum memenuhi kewajiban memasok batu bara PLN atau PLN Batu Bara sesuai kontrak penjualan pada periode 1 Januari hingga 31 Juli 2021.
Meski demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa anak usaha PT Golden Energy Mines Tbk ini telah memenuhi komitmen DMO-nya. "Sudah melaksanakan, dan sudah dicabut sanksinya," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (10/8).
Menurut dia, setelah pemerintah menerbitkan surat pelarangan penjualan batu bara ke luar negeri, beberapa perusahaan langsung menyatakan komitmennya untuk memenuhi DMO tahun ini.
Mengutip Kontan.co.id, Sekretaris Perusahaan Golden Energy Mines, Sudin Sudirman mengatakan bahwa kurangnya kuota DMO Indobara kepada PLN lantaran adanya kendala logistik. "Terjadi keterlambatan kapal dari PLN pada akhir Juli 2021," ujarnya.
Namun Borneo Indobara telah memenuhi komitmen dan kekurangan volume batu bara kepada PLN sebesar 55.000 ton pada awal Agustus ini.
Seperti diketahui, pemerintah menjatuhkan sanksi larangan ekspor kepada 34 perusahaan batu bara yang tidak memenuhi komitmen pasokan untuk kebutuhan dalam negeri atau DMO batu bara kepada PLN dan PLN Batu Bara sesuai kontrak penjualan, pada periode 1 Januari-31 Juli 2021.
Sanksi tersebut dikeluarkan melalui instruksi kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, dan Direktur Jenderal Perhubungan Laut tertanggal 7 Agustus 2021, yang menginstruksikan untuk membekukan eksportir terdaftar (ET), menghentikan pelayanan pemberitahuan ekspor barang (PEB), dan tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk tujuan penjualan batu bara ke luar negeri.
Sanksi tidak berlaku apabila pemegang IUP Batubara, IUPK Batu bara, PKP2B, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi PKP2B telah memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri sesuai dengan kontrak penjualan dengan PT PLN atau PT PLN Batu bara.
Potensi Kelebihan Pasokan Imbas Larangan Ekspor
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai dari aspek konsistensi kebijakan yang diterapkan pemerintah cukup bagus. Mengingat di dalam regulasi yang ada menyebutkan bahwa akan ada sanksi bagi produsen batu bara yang tidak memenuhi ketentuan DMO.
Meski demikian, dengan adanya kebijakan ini, pemerintah juga perlu mengantisipasi konsekuensi atas kebijakan yang dibuat. Mengingat selama ini produksi batu bara sebagian besar untuk ekspor.
Pertama akan terdapat kelebihan atau tambahan pasokan di dalam negeri seiring dengan kebijakan larangan ekspor. Sehingga pasar domestik perlu disiapkan untuk menyerap kelebihan tersebut.
Kedua, terdapat potensi penurunan penerimaan negara baik dalam bentuk devisa ekspor, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan pajak secara simultan. "Ini juga perlu dipahami dan diantisipasi bagaimana solusinya," kata Komaidi.
Ketiga, terdapat potensi perlambatan aktivitas industri batu bara terutama yang terkena sanksi. Sehingga ada potensi terkait berkurangnya serapan tenaga kerja dan efek domino ekonomi dari industri batu bara.
Dia pun menyarankan supaya pemerintah tetap memberikan izin ekspor sepanjang kebutuhan domestik sudah terpenuhi. Kemudian memberikan denda dengan nilai tertentu terhadap produsen yang belum memenuhi kewajibannya memasok batu bara sesuai kontrak penjualan.
"Dendanya masuk ke kas negara. Jadi negara tidak dirugikan dan semua juga jalan," kata dia. Simak kinerja ekspor batu bara Indonesia pada databoks berikut: