Harga Minyak di Bawah US$ 100/barel, Kapan BBM Nonsubsidi Bisa Turun?
Harga minyak mentah dunia pada Selasa (12/4) berada di bawah US$ 100 per barel. Bloomberg menyebutkan pada pukul 10.10 WIB, harga minyak jenis WTI berada di level US$ 95.28 per barel. Sedangkan minyak mentah merek Brent di level US$ 99,48 per barel.
Penuruanan harga minyak tersebut disebabkan rencana pelepasan cadangan strategis negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) sebesar 120 juta barel. Selain itu dipengaruhi berlanjutnya karantina atau lockdown Covid-19 di Shanghai, China.
Penurunan harga minyak mentah dunia saat ini belum menimbulkan pengaruh signifikan terhadap harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Indonesia sebagai importir minyak masih harus mengikuti perkembangan harga minyak dunia.
Namun, harga BBM bisa menyesuaikan bila penurunan harga minyak stabil. “Kalau harga minyak dunia ini stabil sampai tiga bulan, baru berdampak. Pertamina bisa menyesuakan harga BBM umum, bisa turun harga,” kata Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (11/4).
Turunnya harga minyak dunia dalam waktu lama akan berdampak pada mambaiknya keuangan negara akibat pengurangan subsidi pemerintah ke masyarakat. Dalam Kepmen ESDM No 62 tahun 2020 diatur bila harga minyak dunia turun, maka PT Pertamina harus menyesuaikan harga BBM. "Ada formulasinya dan evaluasinya rata-rata per tiga bulan ya. Kalau (harga minyak mentah dunia) memang turun, ya (harga BBM non subsidi) harus turun juga,” kata Mamit.
Mamit menyampaikan, Pertamax yang baru naik di harga Rp 12.500 per liter, masih berada di bawah harga keekonomian yang mencapai Rp 16.000 per liter. Berbeda dengan Pertamax, beberapa BBM yang dijual sesuai nilai keekonomian seperti Pertamina Dex, Pertamax Turbo, Dex lite. “Maksud saya jangan ditekan juga Pertamina kalau harga minya dunia turun terus karena mereka masih merugi," kata dia.
Pada Senin (11/4) pun harga minyak dunia turun US$ 4 per barel menjadi di bawah US$ 100 per barel di tengah rencana pelepasan cadangan strategis negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) sebesar 120 juta barel. Minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni turun US$ 3,93 atau 3,8% menjadi US$ 98,85 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 4,19 atau 4,3% menjadi US$ 94,07 per barel.
"Pelepasan cadangan minyak strategis pemerintah akan meredakan ketatnya pasokan di pasar selama beberapa bulan mendatang, mengurangi kebutuhan harga minyak naik untuk memicu kehancuran permintaan jangka pendek," kata analis UBS Giovanni Staunovo seperti dikutip Reuters.
Meski demikian Bank of Amerika masih mempertahankan perkiraan harga minyak Brent di kisaran US$ 102 per barel untuk 2022-2023, dan memperkirakan harga melonjak menjadi US$ 120 per barel pada musim panas tahun ini. Sedangkan bank investasi Swiss, UBS, menurunkan perkiraan harga Brent sebesar US$ 10 menjadi US$ 115 per barel.
Negara-negara anggota IEA akan melepaskan 60 juta barel selama enam bulan ke depan, dengan Amerika Serikat (AS) sebesar 60 juta barel yang termasuk dalam rencananya melepas 180 juta barel cadangan minyak strategisnya ke pasar yang diumumkan Maret. Langkah tersebut bertujuan untuk mengimbangi kekurangan minyak mentah Rusia setelah Moskow terkena sanksi berat atas invasinya ke Ukraina, yang digambarkan Moskow sebagai "operasi militer khusus".