Sanksi Tak Efektif, Pengusaha Desak Pemerintah Kebut BLU Batu Bara

Muhamad Fajar Riyandanu
10 Agustus 2022, 19:12
blu batu bara, dmo batu bara, batu bara
ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/1/2022).

Pengusaha batu bara mendesak agar pemerintah segera menuntaskan pembahasan badan layanan umum (BLU) batu bara. Entitas ini disebut amat diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri melalui penghimpunan dan penyaluran dana kompensasi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menganggap BLU sebagai solusi permanen yang sanggup menyelesaikan masalah minimnya pasokan batu bara untuk PLN dan industri di dalam negeri.

"Kemarin Pak Menteri ESDM menyampaikan bahwa penerapan sanksi masih dirasa belum efektif. Dalam hal ini kami sepakat bahwa BLU itu harus segera direalisasikan. Kami berhitung dengan waktu," kata Hendra kepada Katadata.co.id, Rabu (10/8).

Disparitas harga jual batu bara harga jual domestic market obligation atau DMO US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri membuat sejumlah pemasok lebih memilih untuk mengirim emas hitam ini ke luar negeri.

Harga batu bara di pasar Ice Newcastle pada Jumat (5/8), pekan lalu bertengger di US$ 346,75 per ton, meski turun, harga pasar ini tetap jauh lebih tinggi dari harga DMO.

Dia menambahkan, pemerintah diminta lebih aktif untuk menyosialisasikan skema BLU kepada para penambang sebelum entitas itu dibentuk atau disahkan. Para pengusaha diharap bisa duduk bersama pemerintah untuk membahas soal teknis BLU.

Hal teknis yang dimaksud oleh Hendra yakni soal tarif pungutan dan kompensasi, skema penagihan dan skema penyaluran serta kesiapan dari institusi BLU itu sendiri.

Adapun Kementerian ESDM mengutus Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) sebagai BLU khusus pungutan ekspor batu bara.

"Kami harapkan ini berjalan efektif dan tidak trial dan error karena ini melibatkan uang yang besar. Uangnya harus berputar kan dan ini transaksinya akan banyak. Bulan Mei lalu kami ikut sosialisasi, habis itu belum dilibatkan lagi," kata Hendra.

Senada dengan Hendra, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Anggawira, menyampaikan solusi yang paling realistis untuk mengentaskan masalah minimnya pasokan batu bara ke PLN dan industri dalam negeri adalah segera mengesahkan BLU batu bara.

"Segera aktifkan BLU, jadi ada penjualan ke dalam negeri dengan harga yang mirip dengan harga interasional. Jadi sama-sama saling subsidi satu sama lain," ujar Anggawira.

Melalui skema BLU, PLN dan sektor industri seperti semen, pupuk, dan kertas hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual DMO, yakni US$ 70 per ton untuk PLN dan US$ 90 per ton untuk industri.

Sementara itu, selisih antara harga pasar yang dikurangi dengan harga wajib PLN atau industri akan ditutup langsung oleh BLU yang memperoleh dana dari tarikan iuran ekspor para penambang. Pemerintah mematok angka DMO sebesar 25% dari total produksi tahunan perusahaan tambang.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menyampaikan, salah satu upaya untuk menjaga pasokan batubara bagi PLN adalah dengan segera disahkannya BLU batubara. Mamit menilai, pengesahan BLU batu bara mampu menjaga ketahanan energi nasional.

“Bagi PLN, BLU membuat pasokan batu bara menjadi terjamin, biaya pokok penyediaan tidak mengalami kenaikan serta tidak ada resiko arus keuangan. Jangan sampai pasokan hari operasi bagi PLN terus berkurang dan bisa berpotensi menimbulkan gangguan terhadap pasokan listrik," kata Mamit.

Sebelumnya diberitakan, Langkah pemerintah untuk membentuk BLU batu bara masih tersendat akibat terbentur oleh pembahasan payung hukum.

Kementerian ESDM telah mengajukan izin prakarsa ke Kementerian Sekretariat Negara, namun ada perdebatan terkait bentuk payung hukum BLU, apakah dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpes) atau Peraturan Pemerintah (PP).

"Izin prakarsa belum mendapat persetujuan. Saat ini masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR pada Selasa (9/8).

Arifin menambahkan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah aturan turunan seperti Peraturan Menteri ESDM dan Keputusan Menteri ESDM jika nantinya skema BLU diatur dalam payung hukum Perpres.

"Kementerian ESDM telah menyampaian surat ke Kementerian Sekretariat Negara agar payung hukum BLU dapat berupa Perpres," pungkas Arifin.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...