Operasi Komersial Unit 3 PLTP Sorik Marapi Molor Enam Bulan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melaporkan commercial operation date (COD) Unit 3 pembangkit panas bumi PLTP Sorik Marapi berkapasitas 50 Mega Watt (MW) tertunda enam bulan. Hal itu merupakan imbas dari semburan lumpur panas dan gas hidrogen sulfida (H2S) di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 24 Maret lalu.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana menyampaikan, semula COD Pembangkit Unit 3 dijadwalkan pada Mei 2022. Namun COD tersebut harus diundur hingga September tahun ini.
"Sumur-sumur sudah siap dan memang seharusnya sudah COD, apabila tidak ada kejadian yang kemarin," kata Dadan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII pada Senin (22/8).
Berdasarkan rencana pengembangan di peta jalan, PLTP Sorik Marapi akan memiliki kapasitas 240 MW. Saat ini ,pembangkit yang sudah beroperasi sebesar 90 MW yang berasal dari unit 1 sebesar 45 MW dan unit 2 sebesar 45 MW.
PLTP ini juga memiliki Pembangkit Unit 4 berkapasitas 50 MW yang direncanakan COD pada Mei 2023. Sementara unit 5 dengan kapasitas 50 MW ditargetkan beroperasi setahun setelahnya atau Mei 2024.
Di forum yang sama, Chief Technology Officer (CTO) PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), Riza Glorius Pasikki mengatakan saat ini kapasitas terpasang di PLTP Sorik Marapi sebesar 90 MW dari total pengembangan 240 MW yang direncanakan selesai sampai akhir tahun 2024.
Riza menjelaskan, saat ini PT SMGP menjual hasil produksi listrik ke PLN dengan harga US$ 8,1 cent per kwh. Harga ini, ujar Riza, dinilai lebih murah dari biaya pokok penyediaan listrik di Sumatera Utara saat ini senilai US$ 8,6 cent per KwH. Dengan tarif tersebut, PLN diklaim bisa menghemat Rp 51,5 miliar per tahun.
“Akhir September ini jika kami diizinkan operasi izin sumur dan perbaikan sumur T 11 kami bisa meningkat 140 MW pada akhir September 2022,” kata Riza.
Sebelumnya diberitakan, hasil investigasi Kementerian ESDM dan PT SMGP menemukan bahwa semburan lumpur panas dan gas H2S di PLTP Sorik Marapi disebabkan kesalahan teknis pada proses pengeboran di sumur T12. Semburan lumpur panas terjadi pada saat pengeboran sumur T-12 disebabkan oleh mata bor yang digunakan untuk pengeboran menabrak sumur T-11 pada bagian semen sehingga H2S di dalam sumur T-11 mengalir keluar melalui sumur T-12.
Kejadian itu berawal dari mata bor yang melenceng dari titik belok yang direncanakan pada kedalaman 260 meter. Namun, sebelum mencapai kedalaman tersebut, tepatnya pada kedalaman 244 meter, mata bor sudah memuai titik belok lebih awal.
Berdasarkan laporan tim investigasi, dari dalam kedalaman 366 sampai 370 meter, mata bor mengalami kerusakan di hampir seluruh gerigi. Gerigi-gerigi telah patah dan ditemukan bekas goresan pada badan drill bit.
Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM untuk mencabut izin perusahaan jasa kontraktor pengeboran PT Halliburton Drilling Services Indonesia terhadap sejumlah aktivitas pengeboran panas bumi di Indonesia. Selain itu, Komisi Energi juga meminta Kementerian ESDM untuk tidak memberikan izin pengeboran eksplorasi kepada PT SMGP apabila masih menggunakan jasa kontraktor PT Halliburton sebagai penyedia jasa pengeboran.
Sikap komisi VII didasari oleh musibah semburan lumpur panas dan gas hidrogen sulfida (H2S) di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 24 Maret lalu. Wakil Ketua Komisi VII Maman Abdurrahman mengatakan PT Halliburton menyediakan jasa pengeboran di sejumlah proyek panas bumi seperti PLTP Sarulla di Naora Ilangit Sumatera Utara dan PLTP Dieng Jawa Tengah. Maman menyebut di dua lokasi tersebut juga telah terjadi kecelakaan kerja dengan PT Halliburton sebagai kontraktornya.
Maman menambahkan, pihak perusahaan operator selalu menjadi yang paling disorot jika terjadi semburan. Menurut Maman, hal serupa juga harus ditujukan kepada perusahaan penyedia jasa pengeboran atau drilling services yang dinilai juga berperan di tiap kecelakaan kerja yang terjadi.
“Saya berharap ada hukuman cukup keras dari Kementerian terhadap perusahaan-perusahaan drilling services supaya mereka segera berbenah diri,” kata Maman saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ESDM pada Senin (22/8).
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN melaporkan jumlah unit pembangkit listrik berjumlah 6.143 unit pada akhir 2021. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.258 unit adalah jenis Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Porsinya mencapai 85,59% dari total unit pembangkit listrik yang dipergunakan.