IEA: Investasi Migas Harus Dipangkas 50% pada 2030 demi Target Iklim
Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan jumlah investasi migas yang mencapai sekitar US$ 800 miliar setiap tahunnya harus dikurangi separuhnya pada 2030. IEA menyebut hal ini dilakukan untuk memenuhi target pembatasan pemanasan global 1,5 derajat celcius.
Namun disaat yang bersamaan, IEA menulis dalam laporannya bahwa permintaan global untuk migas diperkirakan akan mencapai puncaknya pada 2030. Meski begitu, tidak ada proyek baru pada sektor migas jika dunia ingin mencapai tujuan pengurangan emisi. Bahkan beberapa proyek migas yang saat ini beroperasi harus ditutup.
Kendati demikian, menurut IEA industri migas global sebagai penghasil emisi tertinggi ini masih berpotensi melakukan perbaikan. Mereka dihadapkan pilihan-pilihan di tengah krisis iklim yang sebagian besarnya dipicu oleh kegiatan di sektor migas.
IEA menyampaikan guna mencapai tujuan perjanjian Paris, pada 2030 sektor industri migas perlu mengurangi emisi sebanyak 60%. Hal ini lantaran suhu udara global pada 2023 telah tercatat sebagai suhu terpanas di dunia dalam 125 milenia atau 125 ribu tahun.
Sehingga muncul kekhawatiran bahwa target pembatasan suhu 1,5 derajat celcius tidak dapat tercapai sehingga menyebabkan bencana iklim yang lebih besar dan mematikan.
“Dengan keadaan dunia yang semakin memburuk akibat krisis iklim, melanjutkan bisnis migas seperti biasa merupakan tindakan tidak bertanggung jawab secara sosial maupun lingkungan," kata Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol dikutip dari Reuters pada Jumat (24/11).
IEA menulis, perusahaan migas hanya menyumbang 1% dari total investasi energi bersih global. Dari 1% tersebut, lebih dari separuhnya disumbang oleh empat perusahaan saja.
Meski begitu, IEA tidak mengharapkan industri migas sepenuhnya lenyap dalam proses transisi energi menuju net zero emission. Sebab, beberapa investasi akan dibutuhkan untuk memastikan keamanan pasokan energi serta menyediakan bahan bakar bagi sektor-sektor yang emisinya lebih sulit dikurangi.
Sumber daya Migas juga dinilai tepat untuk membantu meningkatkan teknologi energi bersih, seperti hidrogen, penangkapan karbon, angin lepas pantai, dan bahan bakar nabati cair. Teknologi ini dapat menyumbang 30% energi yang dikonsumsi pada 2050.