Harga Nikel Acuan Maret 2024 di Level US$ 16.021, Turun 0,8%
Tren menurun harga nikel acuan Indonesia berlanjut ke bulan ketiga tahun ini setelah terkoreksi pada Januari dan Februari. Kali ini harga turun 0,8% menjadi US$ 16.021,67 per ton metrik kering (dmt) turun dari US$ 16.151 per dmt pada Februari.
Pemerintah menetapkan harga nikel melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 61.K/MB.01/MEM.B/2024 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Bulan Maret 2024 yang dikutip pada Jumat (22/3). Harga Maret menjadi terendah sejak Januari 2022. Menggeser rekor pada Februari.
Sebagai informasi, London Metal Exchange (LME) mencatat harga nikel pada penutupan perdagangan Rabu (20/3) sebesar US$ 17.430 per ton naik tipis 0,02%.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengatakan Indonesia sedang menarik investasi hilir nikel. Masuknya investasi-investasi ini menurut Septian bisa lebih lancar apabila harga nikel tidak terlalu tinggi.
“Kalau harga nikelnya terlalu tinggi sampai US$ 20.000, US$ 24.000, atau US$ 25.000 per dmt, nanti harga baterainya mahal yang juga akan berdampak pada harga mobil listriknya mahal. Jadi kami harus menyeimbangkan bukan hanya dari sisi upstream tambang, tapi juga kepentingan dari sisi hilir,” ujarnya.
Jika harga nikel terlalu mahal, hal ini dapat memberi dua dampak. Pertama berkaitan dengan penurunan penjualan untuk penetrasi mobil listrik. “Kedua, nanti muncul teknologi baru yang menggantikan nikel ini. kita tau ada LFP ya walaupun banyak kekurangan juga LFP ini tetap bisa berkembang,” ucapnya.
Sementara itu, Goldman Sachs memprediksi tren penurunan harga nikel dan mineral logam yang bahan baku produksi baterai kendaraan listrik lainnya seperti kobalt dan litium karbonat, masih akan berlanjut tahun ini, setidaknya dalam 12 bulan ke depan.
Bank investasi berbasis di New York, Amerika Serikat (AS), ini memprediksi harga nikel berpotensi turun 15%, kobalt 12%, dan litium karbonat 25% dalam 12 bulan ke depan. Analis Goldman Sachs memperingatkan bahwa prospek logam baterai kendaraan listrik masih lemah dan pasar kelebihan pasokan.
Mereka menambahkan bahwa prospek untuk nikel, lithium, dan kobalt untuk beberapa waktu ke depan masih bearish. Ketiga mineral logam tersebut dipakai untuk banyak hal mulai dari kendaraan listrik, pembangkit listrik tenaga angin dan panel surya.