Prospek Suku Bunga The Fed Tetap Tinggi, Harga Minyak Turun Lebih 1%
Harga minyak turun lebih dari 1% pada Selasa (21/5) dipicu prospek tetap tingginya suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yang berpotensi menekan permintaan energi.
Minyak Brent turun US$ 1,08 atau 1,3% menjadi US$ 82,63 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun 1,07 atau 1,3% menjadi US$ 78,73 per barel.
The Fed diperkirakan belum akan menurunkan tingkat suku bunga acuannya seiring dengan target inflasi yang belum tercapai. “Prospek permintaan yang melemah memicu aksi jual seiring prospek pemangkasan suku bunga yang semakin jauh,” kata analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa, dikutip dari Reuters.
Wakil Ketua Fed Philip Jefferson mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan apakah perlambatan inflasi akan bertahan lama, sementara Wakil Ketua Fed Michael Barr mengatakan kebijakan pembatasan memerlukan lebih banyak waktu.
Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic mengatakan akan memakan waktu cukup lama bagi bank sentral untuk yakin bahwa perlambatan inflasi dapat berkelanjutan.
Secara keseluruhan, komentar pejabat The Fed menunjukkan bahwa suku bunga akan tetap lebih tinggi lebih lama dari perkiraan pasar sebelumnya.
Hal ini berdampak pada pasar minyak karena biaya pinjaman yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak mentah. Pasar tampaknya tidak terpengaruh oleh ketidakpastian politik di dua negara penghasil minyak utama.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, seorang garis keras dan calon penerus Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, tewas dalam kecelakaan helikopter pada Minggu. Secara terpisah, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed Bin Salman menunda perjalanan ke Jepang karena kesehatan ayahnya, sang raja.
“Minyak terus kekurangan pengaruh bullish atau bearish yang besar untuk mendorong harga keluar dari kisaran sempit saat ini, yang telah mengakar sejak awal Mei,” kata Vandana Hari, pendiri Vanda Insights.
Investor fokus pada pasokan dari OPEC dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+ yang akan bertemu pada 1 Juni untuk menetapkan kebijakan produksi, termasuk apakah akan memperpanjang pengurangan pasokan sebesar 2,2 juta barel per hari (bph).
Menurut sumber internal yang menolak disebut namanya, OPEC+ berpotensi memperpanjang pemotongan produksi minyak secara sukarela jika permintaan gagal meningkat.