KADIN: Gas Jadi Penopang Hilirisasi Industri Strategis

Ardhia Annisa Putri
Oleh Ardhia Annisa Putri - Tim Publikasi Katadata
5 Desember 2025, 10:26
(Kiri ke kanan): Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Ufo Budiarius Anwar, Direktur Manajemen Risiko Perusahaan Gas Negara (PGN) Eri Surya Kelana, Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 Amien Sunaryadi, Waketum KADIN ESDM Aryo Djojohadiku
Katadata/Fauza Syahputra
(Kiri ke kanan): Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Ufo Budiarius Anwar, Direktur Manajemen Risiko Perusahaan Gas Negara (PGN) Eri Surya Kelana, Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 Amien Sunaryadi, Waketum KADIN ESDM Aryo Djojohadikusumo, Direktur Perencanaan Strategis, Portofolio, dan Komersial Pertamina Hulu Energi (PHE) Edy Karyanto, Partner Tax Services Indonesia Roy Sibuea dalam Energy Insights Forum bertajuk Gas Outlook 2026: Powering Energy Resilience with Strong Governance, Kam
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kamar Dagang Indonesia (KADIN) menilai, keberlanjutan pembangunan akan sangat dipengaruhi ketersediaan energi khususnya gas bumi. Oleh karena itu, perbincangan terkait gas tidak bisa lagi dipandang sebagai isu teknis semata.

Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aryo Djojohadikusumo menilai gas semakin strategis bagi masa depan Indonesia. Pasalnya, gas kini berada di jantung agenda ketahanan pangan dan ketahanan energi nasional.

“Tidak mungkin ada ketahanan pangan tanpa pupuk, dan tidak mungkin ada pupuk tanpa gas,” ujarnya dalam Energy Insights Forum bertajuk Gas Outlook 2026: Powering Energy Resilience with Strong Governance, Kamis (4/12) di Grha Bimasena, Jakarta.

Energy Insights Forum merupakan forum diskusi bulanan hasil kolaborasi KADIN Bidang ESDM dan Katadata Insight Center untuk mendorong ekosistem investasi energi Indonesia yang inklusif, transparan, dan berorientasi ke depan. Forum kali ini didukung EY Indonesia sebagai knowledge partner.

Di dalam forum tersebut, Aryo pun mengingatkan bahwa gas akan menjadi sekitar seperempat bauran energi dalam RUPTL 10 hingga 15 tahun mendatang, terutama untuk menopang hilirisasi industri strategis yang tengah dikejar pemerintah.

“Oleh karena itu, ketersediaan gas akan menentukan keberlanjutan sejumlah prioritas pembangunan,” kata Aryo.

Urgensi yang sama disuarakan Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno yang menekankan bahwa ketahanan energi dan ketahanan pangan merupakan dua prioritas utama pemerintahan saat ini. Keduanya memiliki benang merah yang sama dan titik krusialnya adalah gas.

Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi, industrialisasi besar-besaran, serta produksi pupuk dan energi yang stabil. Semua itu, kata Eddy, hanya mungkin dicapai bila pasokan gas aman dan infrastrukturnya siap.

Diskusi berlanjut dengan paparan mengenai kesiapan pasokan dari hulu oleh Pertamina. Direktur Perencanaan Strategis, Portofolio, dan Komersial Pertamina Hulu Energi (PHE) Edy Karyanto menjelaskan, pihaknya memetakan kebutuhan 136 konsumen perjanjian jual beli gas (PJBG), serta proyeksi dari lapangan baru dan yang sedang dikembangkan.

Demand kita 2.600 MMSCFD, sementara kapasitas lifting hanya 2.000. Tahun ini shorted, 2026 shorted, bahkan sampai 2034,” ujarnya.

Ia mengimbuhkan, meskipun secara nasional terlihat potensi oversupply dari project baru, realitas infrastruktur dan alokasi ekspor membuat pasokan domestik tetap ketat. “Ada hal-hal yang harus dikolaborasikan, dari kebijakan sampai kesiapan infra,” katanya.

Pembahasan mengenai prospek pasokan juga diperkaya paparan Partner EY-Parthenon EY Indonesia Eric Listyosuputro. Menurutnya, tren global sebenarnya memberikan kombinasi peluang dan tantangan bagi Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa secara global, suplai gas akan berkembang lebih cepat dibanding permintaan, dengan pertumbuhan suplai mencapai 7 persen per tahun yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat, Kanada, dan Qatar.

Sementara itu, permintaan tumbuh sekitar 2 persen per tahun, dan Asia termasuk Indonesia menjadi kawasan dengan pertumbuhan tertinggi.

“Gas ini bukan hanya transisi tetapi transisi jangka panjang,” ujarnya merujuk kepada peran gas dalam menurunkan emisi industri berat hingga 40–60 persen dibandingkan dengan batu bara.

Di sisi hilir, Direktur Manajemen Risiko Perusahaan Gas Negara (PGN) Eri Surya Kelana menjelaskan, infrastruktur gas tidak hanya mahal tetapi juga berumur sangat panjang hingga puluhan tahun. Perubahan model bisnis di tengah jalan bisa memicu indikasi impairment dan berujung pada risiko hukum bagi BUMN.

PGN juga harus menghadapi tantangan harga liquefied natural gas (LNG) yang mahal bagi pelanggan domestik. Perseroan mencoba skema blended energy agar harga gas lebih terjangkau, sembari mengantisipasi porsi LNG yang tahun depan bisa mencapai hampir 20 persen dari portofolio pasokan.

Dari sisi regulator, Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Ufo Budiarius  Anwar menyampaikan bahwa kebutuhan gas domestik akan terus meningkat, sementara ruang manuver industri hulu tidak sederhana.

Ia juga mengingatkan bahwa LNG bukan pilihan murah. Menurutnya, gas semestinya dimaksimalkan untuk industri sebagai penggerak multiplier effect. Ufo juga menekankan perlunya kepastian bagi investor, baik dari sisi regulasi maupun insentif, agar proyek-proyek besar seperti Masela, hingga lapangan ENI dapat berjalan tanpa hambatan dan menopang target produksi nasional.

Dari sisi tata kelola, Partner, Forensic & Integrity Services EY Indonesia Stevanus Alexander Sianturi mengangkat isu penting terkait risiko fraud dan kepatuhan korporasi di sektor energi. Dengan nilai transaksi yang besar, kompleksitas rantai pasokan, dan ketergantungan pada pihak ketiga, ia memaparkan bahwa gas merupakan salah satu sektor dengan eksposur risiko integritas yang tinggi.

Isu tersebut mendapat respons dari Wakil Ketua KPK periode 2003-2007 Amien Sunaryadi yang menekankan pentingnya keputusan korporasi yang akuntabel di tengah pemberlakuan KUHP baru yang memasukkan pidana korporasi. Ia mengingatkan agar perusahaan memiliki decision tree yang jelas, termasuk opsi “do nothing” yang sering diabaikan.

“Kadang yang mahal itu justru biaya tidak melakukan apa-apa,” katanya. Ia menegaskan bahwa keputusan bisnis harus murni untuk kepentingan perusahaan, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Amien juga mencontohkan bagaimana perusahaan global seperti Siemens dan Goldman Sachs pernah terkena sanksi besar karena kelalaian sistem pencegahan fraud.

Senada, KADIN Bidang ESDM juga menekankan bahwa stagnasi adalah risiko terbesar. “Kerap kali, harga yang harus dibayar karena kita tak melakukan apa-apa justru lebih mahal,” kata Aryo Djojohadikusumo.

Oleh karena itu, KADIN mengajak seluruh pelaku usaha di sektor energi untuk berkolaborasi membantu pemerintah mencapai target pertumbuhan dan menciptakan lapangan kerja. 

“Tugas kita memastikan energi tersedia, industri jalan, dan negara maju. Itu bagian dari tanggung jawab kita,” imbuh Aryo.

Rangkaian paparan ini memperlihatkan bahwa ekosistem gas meliputi hulu, hilir, hingga tata kelola dan regulasi. Koordinasi lintas stakeholder memainkan peran strategis terhadap pelaksanaan di lapangan.

Guna menjaga kesinambungan diskusi dan memperluas akses informasi, KADIN Bidang ESDM juga menghadirkan kanal pengetahuan yang bisa diakses publik setiap bulan, yakni Buletin Energi.

Buletin tersebut membahas perkembangan regulasi, peluang investasi, dan isu-isu terkini sektor energi dan mineral. Publik dapat mengakses buletin melalui tautan berikut: https://kadinesdm-bulletin.katadata.co.id

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...