Indef Peringatkan Omnibus Law Dapat Perbesar Defisit Neraca Dagang
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law dapat memperlonggar izin impor dan ekspor. Dia pun menilai aturan tersebut dapat meningkatkan defisit neraca perdagangan.
Pasalnya, frekuensi perdagangan dapat menjadi tidak terkontrol dan tidak berkualitas. "Karena fokus Omnibus Law merupakan penyederhanaan perizinan berusaha, maka perlu hati-hati karena kegiatan ekspor dan impor akan berpotensi menjadi lebih longgar," kata Andry dalam sebuah diskusi, Selasa (7/1).
Andry pun meminta pemerintah untuk membuka skema perdagangan yang berkualitas di tengah peningkatan restriksi perdagangan di berbagai negara. Restriksi perdagangan, lanjut dia, perlu didukung untuk melindungi produk dan konsumen di dalam negeri.
Salah satu bentuk restriksi yang perlu didukung ialah Standar Nassional Indonesia (SNI) sebagai non-tariff measures. Terlebih lagi, masih banyak produk dalam negeri yang belum memenuhi standar SNI.
"Alhasil produk impor leluasa untuk masuk dan langsung head to head dengan produk Indonesia," ujar dia.
(Baca: Pemerintah akan Rombak 24 UU Melalui Omnibus Law Keamanan Laut)
Di sisi lain, produk impor di Indonesia masih memiliki kualitas rendah. Akibatnya, konsumen Indonesia dirugikan lantaran tidak tersedianya SNI sebagai standar pada produk impor.
Oleh karena itu, Andry menilai RUU Omnibus Law seharusnya mengakomodir kepentingan konsumen. "Karena hal itu menjadi roh bagi Undang-Undang Perdagangan kita saat ini," ujar dia.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juga akan dimasukkan dalam RUU Omnibus Law. Dalam beleid tersebut, salah satu aturan yang diperbaiki ialah terkait izin ekspor dan impor. Harapannya, kebijakan tersebut dapat meningkatkan perdagangan serta memperbaiki defisit neraca dagang Indonesia.
(Baca: Omnibus Law Diprediksi Bakal Dongkrak IHSG ke Level 6.750 pada 2020)