Larangan Edar Produk Bebas Sawit Berpotensi Picu Sengketa di WTO

Rizky Alika
23 Agustus 2019, 18:57
Crude Palm Oil. Produk crude palm oil yang berbahan dasar kelapa sawit dari kabupaten Landak di stand Provinsi Kalimantan Barat pada pameran Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di Ji-Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (15/5).
Agung Samosir | KATADATA
Crude Palm Oil. Produk crude palm oil yang berbahan dasar kelapa sawit dari kabupaten Landak di stand Provinsi Kalimantan Barat pada pameran Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di Ji-Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu (15/5).

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai larangan produk makanan olahan berlabel bebas minyak sawit berpotensi menimbulkan sengketa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebab, larangan tersebut bisa dikategorikan sebagai hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) ), yang termasuk dalam non-tariff measures.

Non-tariff barriers atau non-tariff measures merupakan kebijakan non-tarif yang diberlakukan oleh pemerintah dalam rangka mendukung dan melindungi produsen domestik dengan menghambat masuknya produk asing ke dalam pasar dalam negeri.

Tren penggunaan produk berlabel bebas minyak kelapa sawit cukup banyak digunakan negara Eropa. "Apakah akan kemudian memicu perselisihan di WTO, mungkin saja," kata Fithra kepada katadata.co.id, Jumat (23/8).

Dia menambahkan, non tariff measures dapat bersifat subjektif dan abstrak di berbagai negara. Aturan non-tarif measures lebih sulit untuk dibuktikan dibanding tariff measures yang biasa diimplementasikan melalui pengenaan bea masuk.

(Baca: BPOM Larang Peredaran Produk Makanan Berlabel Bebas Minyak Sawit)

Adapun, jika kelak Indonesia menghadapi gugatan dari aturan tersebut, pemerintah bisa saja menang dengan menyertakan bukti penelitan ilmiah yang menyatakan bahwa minyak kelapa sawit baik bagi kesehatan. "Ini masalah argumen dan negosiasi. Bisa saja WTO menangkan Indonesia bila bukti kuat," ujarnya.

Indonesia juga dapat menyampaikan keberatan black campaign penggunaan produk minyak sawit. Terlebih, Indonesia juga memiliki dasar aturan yang melarang pencantuman bebas dari kandungan tertentu.

Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri mengatakan WTO memperbolehkan penerapan nontarif measures guna membatasi produk impor dengan alasan tertentu, seperti jika ada produk impor yang masuk ke suatu wilayah dalam jumlah berlebihan. "Itu boleh," ujarnya.

Heri menambahkan, WTO mengutamakan kepentingan konsumen. Terlebih lagi, sawit merupakan produk unggulan Indonesia.

(Baca: BPOM Larang Label Bebas Minyak Sawit, Begini Tanggapan Pengusaha)

Sebelumnya, Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bakal melarang peredaran produk makanan olahan berlabel bebas minyak sawit (Palm Oil Free) di Indonesia. Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan pencantuman label ini dinilai melanggar salah satu aturan BPOM.

"Berdasarkan aturan BPOM yang ada, dilarang mencantumkan pernyataan tidak mengandung sesuatu," kata dia.

Produsen juga harus mencantumkan data kandungan produk tersebut agar terdapat bukti saintifik. Dengan begitu, produsen diharapkan tidak hanya mengikuti tren kesehatan saat ini.

BPOM menegaskan produk yang berlabel Palm Oil Free merupakan produk ilegal. Adapun, larangan produk berlabel Palm Oil Free tersebut berlaku produk impor dan produksi dalam negeri.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...