Dua Bulan Berurutan Surplus, Neraca Dagang Maret US$ 540,2 Juta
Badan Pusat Statstik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Maret 2019 surplus US$ 540,2 juta atau naik dibandingkan Februari yang juga surplus US$ 330 juta. Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan Maret 2018 yang mencapai US$ 1,12 miliar.
Dengan demikian, neraca dagang selama triwulan pertama tahun ini masih mengalami defisit US$ 190 juta. Nilai ini lebih rendah dibandingkan kuartal pertama 2018 yang surplus USS$ 314,4 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan perlambatan ekonomi global turut memengaruhi negara tujuan ekspor utama sehingga memengaruhi kinerja neraca dagang. "Juga harga komoditas mengalami fluktuasi," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin (15/4).
(Baca: Neraca Dagang Maret Diramal Defisit US$ 200-an Juta Dipicu Impor Migas)
Surplus neraca dagang pada Maret disebabkan oleh surplus neraca nonmigas sebesar US$ 988 juta, lebih tinggi daripada defisit neraca migas US$ 480 juta. Di samping itu, kinerja ekspor tercatat US$ 14,03 miliar atau naik 11,71% dibanding bulan sebelumnya. Sementara dibanding Maret 2018, ekspor menurun 10,01%.
Penigkatan ekspor dibandingkan bulan lalu terjadi lantaran ekspor nonmigas naik 13% menjadi US$ 12,93 miliar, sementara ekspor migas turun 1,57% menjadi US$ 1,09 miliar.
(Baca: BI: Neraca Dagang Maret Akan Kembali Surplus)
Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas Indonesia mengalami kenaikan pada semua negara tujuan utama, khususnya ke Tiongkok US$ 437,2 juta, Jepang US$ 139,8 juta, dan Taiwan US$ 118,9 juta.
Nilai impor Maret 2018
Bulan lalu nilai impor tercatat US$ 13,49 miliar atau naik 10,31% dibandingkan bulan sebelumnya. Bila dibandingkan Maret 2018, turun 6,76%.
Berdasarkan sektornya, impor nonmigas mencapai US$ 11,95 miliar atau naik 12,24% dibanding Februari 2019, sementara dibanding Maret 2018 turun 2,29%. Sementara impor migas mencapai US$ 1,54 miliar atau turun 2,7% dibanding Februari 2019.
(Baca: IMF Perkirakan Defisit Transaksi Berjalan Indonesia 2,7% Tahun Ini)
Suhariyanto mengatakan, ada impor yang mengalami penurunan tajam seperti mesin dan peralatan, kendaraan dan bagiannya, bahan kimia organik, dan benda-benda dari besi.
Dari asal negara, impor terbesar berasal dari Tiongkok sebesar US$ 151,9 juta, Singapura US$ 138,5 juta, dan AS sebesar US$ 117,1 juta. Pemerintah, menurut Suhariyanto, telah membuat kebijakan untuk memacu ekspor dan mengendalikan impor. Dengan demikian, ia berharap surplus neraca dagang dapat terus berlanjut di bulan berikutnya.