Aturan Bea Masuk Dorong Industri Keramik Tumbuh 9% di 2019
Produksi industri keramik nasional diperkirakan mencapai 420-430 juta meter persegi sepanjang 2019. Angka tersebut tumbuh 7- 9% dibanding jumlah produksi tahun lalu seiring dengan rencana ekspansi beberapa produsen setelah berlakunya aturan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard.
Untuk meningkatkan daya saing industri keramik dan memproteksi pasar dalam negeri, pemerintah telah menaikkan Pajak Penghasilan (PPh) impor komoditas keramik menjadi sebesar 7,5%. Hal ini yang kemudian dinilai memberi gairah baru pada industri keramik dalam negeri, setelah sebelumnya harus bersaing ketat di pasar dengan keramik impor.
(Baca: Kenaikan Tarif Pajak Dinilai Tak Signifikan Menekan Impor)
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan sejumlah produsen keramik di dalam negeri mulai berani melakukan ekspansi dan menambah kapasitas produksi.
“Karena itu dengan adanya safeguard, kami optimistis produksi keramik Indonesia akan kembali menjadi nomor empat terbesar di dunia, dari posisi saat ini di posisi sembilan dunia,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (15/3).
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah telah memberi sejumlah dukungan kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri keramik. Sebab, keramik merupakan salah satu sektor yang pengembangannya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor.
“Ada empat poin penting untuk mencapai sasaran tersebut, yakni ketersediaan gas industri dengan harga yang kompetitif, kemudian inovasi, adanya sumber daya manusia (SDM) yang kompeten, serta pengembangan bagi industri keramik dalam negeri,” kata Airlangga di Jakarta.
(Baca: Pesona Keramik Bali Jenggala Incar Pasar Amerika)
Dia menjelaskan, terkait gas bumi sebagai bahan bakar untuk industri keramik, pemerintah terus mengupayakan adanya jaminan pasokan dan harga yang ideal dan kompetitif. Selanjutnya, dalam mendorong inovasi produk dan SDM terampil di sektor industri, pemerintah akan memfasilitasi melalui pemberian insentif fiskal berupa super deductible tax.
“Selain insentif fiskal, Kemenperin juga menyediakan insentif nonfiskal berupa penyediaan tenaga kerja kompeten melalui program link and match dengan SMK dan industri, Diklat sistem 3 in 1 dan Program Diploma I Industri,” ujarnya.
Airlangga menambahkan, untuk meningkatkan daya saing industri keramik dan memproteksi pasar dalam negeri, dilakukan pemerintah dengan menaikkan PPh impor keramik 7,5%.
(Baca: Menperin Surati Jonan Minta Turunkan Harga Gas Keramik)
Pemerintah juga mendorong kebijakan pengembangan sektor industri pengolahan yang difokuskan pada penguatan rantai pasok untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan energi yang berkesinambungan dan terjangkau.
Dengan langkah tersebut, dia optimistis Indonesia berpotensi mampu menduduki peringkat ke-4 dunia sebagai produsen keramik. Saat ini, kapasitas terpasang keramik nasional sebesar 560 juta meter persegi. "Tentunya, setelah pemerintah memberikan keberpihakan kepada industri dalam negeri, utilitas produksi harus bisa meningkat,” ujarnya.
Dengan ketersediaan bahan baku berupa sumber daya alam (SDA) yang besar, industri keramik diprediksi bisa terus bertumbuh. Pada 2018, pertumbuhan industri keramik tercatat sebesar 2,75% dengan penyerapan tenaga kerja hingga 150 ribu orang.
“Mengingat adanya program pemerintah yang gencar dalam pembangunan infrastruktur saat ini, serta meningkatnya kebutuhan perumahan atau tempat tinggal oleh pekerja usia produktif, menjadi peluang bagi industri keramik nasional untuk meningkatkan konsumsi keramik nasional dan memperluas pangsa pasar dalam negeri,” paparnya.
Airlangga menuturkan, pemerintah juga berharap kepada para industri keramik dalam negeri agar terus berkontribusi sebagai salah satu motor penggerak akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, baik untuk mememenuhi kebutuhan pasar domestik, maupun meningkatkan ekspor.