Penjualan Peretail Fashion dan Gaya Hidup Naik di Kuartal I 2018

Image title
Oleh Ekarina
7 Mei 2018, 11:27
Senayan City
Katadata
Suasana program sale di pusat perbelanjaan Senayan City, Jakarta.

Pada tahun lalu, perusahaan telah menutup dua gerai department stores yaitu Debenhams dan Lotus. Sementara tahun ini, Fetty menyatakan pihaknya akan lebih fokus pada gerai department store yang ada, seperti SOGO, SEIBU dan Galeries Lafayette.

(Baca Juga : Penjualan Lesu, MAP Tutup Seluruh Gerai New Look Tahun Ini)

"Tahun ini kami juga memiliki fokus ekspansi di segemn bisnis sport, fast fashion brands dan Starbucks. Investasi belanja modal yang kami anggarkan tahun ini sekitar Rp 800 miliar untuk menambah 60.000 meter per segi luas area gerai atau setara dengan 200 unit gerai," kata Fetty kepada Katadata beberapa waktu lalu.

Dia pun menampik perihal dampak penutupan pusat distribusi brand fashion asal Inggris, Marks and Spencer terhadap perusahaan. Perusahaan menyakan bakal tetap berfokus pada pertumbuhan merek-merek utama, mengoptimalkan penjualan e-commerce, memperkuat rantau pasok, serta memperkuat stretegi ekspansi Indochina khususnya pada pasar Vietnam.

Dengan sejumlah strategi yang perusahaan lakukan, Fetty berharap tahun ini bisa membukukan kenaikan pendapatan sebesar 15% dan laba bersih di atas 15%.

Usaha ekstra keras agaknya mesti dilakukan pengusaha retail tahun ini, setelah di 2017 pertumbuhan industri retail menyusut di kisaran 3,5% sekaligus merupakan yang terendah dalam 10 tahun terakhir. Menurut Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey, industri retail sempat mencatat pertumbuhan tertinggi di atas 12% pada 2012-2014. Lalu pada 2016 trend pertumbuhan industri perlahan turun dengan realisasi pertumbuhan sekitar 8% dan semakin tertekan di 2017 dengan angka pertumbuhan 3,5%.

Roy menuturkan salah satu alasan menurunnya trend pertumbuhan industri tahun lalu lebih disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat yang memilih kuliner dan jalan-jalan dibandingkan berbelanja, dan bukan dikarenakan penurunan daya beli masyarakat.

Sebab, pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017 masih mencapai 5,07%. Angka itu masih meningkat meski sangat tipis dibanding 2016 sebesar 5,03%. Alhasil, omzet industri retail pada 2017 hanya mencapai Rp 212 triliun dari periode 2016 sebesar Rp 205 triliun.

Sementara itu, disrupsi perdagangan online (electronic commerce/e-commerce) juga tak bisa serta merta disalahkan. “Penjualan online masih tidak terlalu menggerus karena jumlah barang masih kecil, tapi memang memicu berubahnya perilaku konsumen,” ujar Roy.

Merespon perubahan perilaku berbelanja masyarakat, sejumlah inisiatif serta inovasi mesti dilakukan pengusaha retail. Misalnya, dengan mulai mengembangkan konsep kuliner, hiburan, dan gaya hidup atau one stop shopping dalam beberapa pembukaan gerai. Selain itu, retail juga harus mengikuti perkembangan zaman yakni dengan mulai membuka pemasaran lewat jalur online. “Harus membuka e-commerce dan juga sistem distribusi pengiriman langsung ke masyarakat,” ujarnya.

Dengan inovasi dan adaptasi yang dilakukan, Aprindo menargetkan pertumbuhan industri retail tahun ini diharapkan bisa mencapai 7%.

Halaman:
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...