Ketemu Luhut, Pengusaha Ikan Minta Menteri Susi Rombak Aturan

Anggita Rezki Amelia
19 September 2016, 17:06
Nelayan ikan
Arief Kamaludin|KATADATA

Puluhan pelaku usaha industri perikanan dan para nelayan kembali mengeluhkan sejumlah kebijakan yang dijalankan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Mereka pun meminta perombakan berbagai aturan yang dinilai menghambat perkembangan industri perikanan di dalam negeri.

Keluhan dan permintaan itu disampaikan para nelayan dan pengusaha perikanan saat bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Senin (19/9). Berdasarkan salinan undangan rapat yang diperoleh Katadata, pertemuan itu melibatkan Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Dirjen Perikanan Tangkap, Ketua Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, serta sekitar 27 asosiasi nelayan dan pengusaha perikanan di seluruh Indonesia.

Menurut Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto, industri perikanan saat ini menghadapi sejumlah masalah seperti ketiadaan kapal pengangkap ikan, kebutuhan modal yang besar dan larangan alih muatan (transhipment). “Intinya kita kekurangan pasokan ikan, harus ada kepastian kapal mana yang mau mengangkut,” katanya usai pertemuan.

(Baca: Jokowi Instruksikan Susi Evaluasi Aturan Penghambat Perikanan)

Karena itu, pemerintah perlu membenahi regulasi untuk mengembangkan industri perikanan. Salah satunya adalah larangan penggunaan cantrang sebagai alat penangkap ikan. Yugi meminta revisi peraturan menteri mengenai pelarangan cantrang. “Permennya diubah, malah ada yang minta.”

Di tempat yang sama, Ketua Umum  Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gappindo) Herwindo juga menyampaikan keluhannya. Ia mengungkapkan, penggunaan kapal nelayan saat ini tidak bisa dipakai dengan kapasitas penuh. “Setidaknya baru 30 persen kapasitas terpasang industri perikanan Indonesia yang baru terealisasi saat ini,” katanya.

Luhut mengakui, pertemuan itu membahas berbagai keluhan para nelayan dan pengusaha perikanan lantaran kesulitan menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Salah satunya perihal moratorium larangan pemakaian pukat heila atau cantrang bagi para nelayan hingga Januari 2017.

(Baca: Susi Tuding Pejabat / Aparat di Balik Usul Asing Masuk Perikanan)

Aturan tersebut membuat para nelayan kesulitan melaut. Ia mencontohkan, industri perikanan di Bali terpaksa merumahkan sebanyak tujuh ribu pegawainya akibat tidak ada aktivitas melaut. "Sekarang kami tinggal bikin, mereka minta supaya mereka bisa melaut lagi," kata Luhut.

Kekayaan Ikan Tangkap Laut Indonesia

Ia merangkum lima usulan dari para nelayan dan pengusaha perikanan. Pertama, asosiasi nelayan meminta agar moratorium larangan pemakaian cantrang dievaluasi kembali. Untuk itu, nelayan berkomitmen menjaga lingkungan sehingga tidak terjadi overfishing atau produksi telah melebihi potensi suatu wilayah.

Kedua, nelayan bersepakat melawan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) yang selama ini diperangi Menteri Susi. Ketiga, asosiasi meminta pemerintah memberikan izin bagi nelayan untuk menangkap ikan di wilayah laut dalam zona 0-4 mil, 4-12 mil hingga 200 mil ke atas. Syaratnya, nelayan diberi izin menggunakan kapal bermuatan di atas 400 gross tonnase (GT).

Keempat, asosiasi bersepakat membayar pajak dari hasil usaha penangkapan ikannya. Selama ini, Luhut menilai nelayan masih minim membayar pajak lantaran daya saing industri perikanan lemah dan keterbatasan penggunaan kapal oleh nelayan. "Jadi intinya, kita mau jadi tuan rumah di dalam negeri. Nelayan ini supaya ambil ikan di Indonesia, ngapain orang lain. Mereka sepakat dan setuju," katanya.

Kelima, asosiasi nelayan siap jika industri penangkapan ikan diisi oleh industri dalam negeri tanpa perlu campur tangan dari pemodal asing. Untuk itu, Luhut berjanji akan menyampaikan keluhan dan usulan tersebut kepada Susi. “Apa solusinya, nanti kita bicara sama Ibu Susi (setelah) balik dari Amerika Serikat,” katanya.

(Baca: Surga Ikan Indonesia, Bibit Ketegangan Luhut-Susi)

Pada Agustus lalu, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 untuk mempercepat pengembangan sektor perikanan di Indonesia. Salah satunya adalah meminta Menteri Susi mengevaluasi peraturan yang menghambat sektor tersebut.

Seperti diketahui, tak lama setelah menjabat Menteri Kelautan pada Oktober 2014, Susi memang menerbitkan peraturan menteri yang melarang pemindahan muatan di tengah laut dan moratorium izin kapal ikan eks-asing. Kebijakan itu menuai pro dan kontra, karena di satu sisi berhasil memulihkan stok ikan di laut namun di sisi lain dikeluhkan para pengusaha karena menurunkan pendapatannya.

Namun, Susi menuding sejumlah pihak, termasuk pejabat dan aparat, di balik upaya mengubah aturan tersebut. Ia menengarai ada beberapa pengusaha, tokoh masyarakat, pejabat, aparat dan lain-lain yang selama ini mendapatkan komisi (fee) dari kegiatan bisnis penangkapan ikan oleh kapal-kapal asing. Namun, dalam dua tahun terakhir, mereka tak lagi mendapatkan komisi setelah pemerintah menutup rapat-rapat pintu perairan Indonesia dari kapal-kapal asing penangkap ikan.

Karena itulah, sejumlah pihak itu terus mencoba dengan segala cara agar kebijakan itu dicabut atau direvisi. "Semua pintu diketuk. Organisasi dipakai untuk teriak kepentingan yang terganggu, akademisi dipakai dan disuruh menganalisa secara ilmiah. Tujuannya mempertanyakan kenapa investasi penangkapan ikan tertutup untuk asing," kata Susi, 8 Agustus lalu.

Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...