Kemenperin akan Genjot Industri Produk Permintaan Tinggi Masa Pandemi
Industri pengolahan atau manufaktur Indonesia tengah mengalami tekanan berat akibat pandemi virus corona (Covid-19). Hal ini terlihat dari Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang turun pada bulan April 2020 hingga menyentuh angka 27,5.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, penurunan PMI disebabkan karena pandemi Covid-19 mempengaruhi permintaan konsumsi domestik. Pengaruhnya besar karena, selama ini konsumsi domestik mampu menyerap hingga 70 persen dari total produksi industri manufaktur dalam negeri.
“Ketika daya beli menurun, secara otomatis industri melakukan penyesuaian termasuk penurunan utilitasnya. Selain itu, beban input dari impor serta tekanan kurs juga meningkat, akibatnya output menurun signifikan,” kata Menperin dalam siaran pers, Kamis (7/5).
Menyikapi hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memetakan sejumlah sektor industri yang terdampak pandemi Covid-19. Dari hasil pemetaaan, didapati tiga kelompok besar, yaitu industri yang suffer, moderat, dan high demand.
Dari hasil pemetaan ini, Kemenperin akan menyusun strategi untuk mengoptimalkan sektor manufaktur, agar tidak jeblok terlalu dalam selama pandemi Covid-19.
Perhatian utama Kemenperin selama pandemi adalah, pada industri yang masuk kategori high demand. Alasannya, industri yang masuk kategori ini masih memiliki permintaan yang tinggi selama pandemi Covid-19.
Sementara, bagi sektor-sektor yang masuk kategori suffer dan moderat, Kemenperin akan mengambil strategi sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Strategi yang diambil adalah, memastikan agar stimulus yang telah dirancang pemerintah tersampaikan ke pelaku-pelaku usaha terdampak pandemi corona.
(Baca: Sektor Manufaktur Alami Kontraksi, Jokowi Pertimbangkan Stimulus)
Agus optimistis industri manufaktur nasional dapat pulih secara bertahap ketika kembali beroperasi normal. Harapannya, dalam waktu tiga bulan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selesai, angka PMI manufaktur Indonesia dapat kembali di level 51,9 seperti yang pernah diraih pada Februari 2020.
Sementara, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Wijaya Kamdani memandang penurunan angka PMI manufaktur Indonesia sebagai dampak dari dua hal. Pertama, berkurangnya pasokan bahan baku industri serta turunnya permintaan ekspor dari berbagai negara tujuan.
Kedua, penerapan PSBB yang berlaku di berbagai daerah di Indonesia turut membawa dampak pada pasokan dan kebutuhan sektor industri. Menurutnya, kebijakan PSBB ini juga mempengaruhi mobilitas rantai pasok bahan baku industri.
“Terdapat pembatasan pergerakan transportasi di berbagai daerah, sehingga rantai pasok dan distribusi bahan baku juga terpengaruh,” tambahnya.
Selama masa pandemi Covid-19, Kadin berharap Izin Operasional Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) dapat dihormati pemerintah daerah. Tujuannnya agar pelaku usaha tetap mampu beroperasi, tanpa mengabaikan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
"Pada prinsipnya, pengusaha menyetujui pengawasan dan pemberian sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan protokol kesehatan. Namun demikian, upaya ini harus dilakukan secara tepat dan proprosional sehingga industri dapat tetap berproduksi dan mendukung berlangsungnya perekonomian," kata Shinta.
(Baca: Imbas Corona, Manufaktur Diramal Terus Lesu sampai Akhir Tahun)