API Sebut Anggotanya Tak Terlibat Penyelundupan Tekstil dari Tiongkok
Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API menyatakan siap memberi sanksi tegas bagi anggotanya bila terbukti ikut menyelundupkan tekstil dari luar negeri. Saat ini Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka dalam kasus penyelundupan tekstil asal Tiongkok.
Sekretaris Eksekutif API Rizal Tanzil Rakhman mengatakan, pihaknya bakal mengevaluasi pengawasan impor tekstil ke dalam negeri. Langkah ini dilakukan untuk mencegah terulangnya kasus penyelundupan.
Kendati demikian, dia memastikan pengusaha tekstil yang dijadikan tersangka kasus tersebut bukanlah anggota API.
(Baca: Marak Tekstil Selundupan, Pengusaha Sebut Pengawasan Pemerintah Lemah)
"Secara internal kami akan mengevaluasi bersama pengurus seperti apa sanksinya, namun untuk sanksi hukum kami serahkan ke Kepolisian dan Kejaksaan Agung," kata Rizal kepada Katadata.co.id, Senin (29/6).
Asosiasi menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang. Dia berharap, ke depan pemerintah bakal memperketat pengawasan terhadap proses impor tekstil.
Membanjirnya produk impor sangat merugikan pelaku pasar dalam negeri. Terlebih permintaan industri tekstil dan produk tekstil saat ini sangat terpukul akibat pandemi corona.
Seperti diketahui, Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka dari kalangan swasta dalam kasus penyelundupan tekstil sejak tahun 2018 - 2020 pada Kamis (25/6). Tersangka tersebut yakni Irianto pemilik PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima.
Irianto telah ditahan selama 20 hari bersama dengan empat orang tersangka lainnya dari kalangan Pejabat Bea dan Cukai Kota Batam, Provinsi Riau. Tersangka tersebut adalah Mukhamad Muklas Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai, Kota Batam, Dedi Aldrian Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam.
Berikutnya, Hariyono Adi Wibowo Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam, Kamaruddin Siregar Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam.
"Sejauh ini anggota API berbisnis dengan normal dengan sehat seperti pebisnis biasa karena kami kan asosiasi manufaktur jadi industri bukan pedagang," kata dia.
Adapun dalam kasus ini bermula pada periode 2018 hingga April 2020 saat pejabat Bea dan Cukai Kota Batam bersama dengan PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima melakukan kegiatan impor produk kain sebanyak 566 konteiner.
Mereka diduga melakukan persekongkolan jahat dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk yang harus dibayar.
(Baca: Kejaksaan Kembali Periksa Pejabat Bea Cukai Soal Korupsi Impor Tekstil)
Tak hanya itu, dalam dokumen perizinan para tersangka juga mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara atau BMTPS dengan cara menggunakan Surat Keterangan Asal atau SKA yang tidak benar.
Sebelumnya, Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan ukai Tanjung Priok, Jakarta Utara juga menemukan 27 kontainer milik kedua perusahaan tersebut pada 2 Maret 2020.
Dari temuan itu, didapatkan ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan hasil pemeriksaan fisik barang. Jumlah kelebihan fisik barang untuk PT. PGP sebanyak 5.075 roll dan PT. FIB sebanyak 3.075 roll.
Di dalam dokumen pengiriman disebutkan kain tersebut berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India. Namun faktanya, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari Tiongkok.
Sebagai informasi, Tiongkok merupakan eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar ke Indonesia. Pada 2018, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.392 ton, turun 27,18% dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 6.031 ton.
Impor TPT dari Tiongkok pada 2017 sempat melonjak hingga 123,29% dibandingkan 2016 yang sebesar 2.701 ton. Secara berturut-turut, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.080 ton pada 2014 kemudian turun menjadi 3.530 ton pada 2015, dan turun lagi menjadi 2.701 pada 2016.
Adapun nilai impor TPT asal Tiongkok pada 2018 sebesar US$ 42,7 juta, meningkat 19,75% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 35,7 juta.