Kemendag Wajibkan Produsen CPO Pasok Dalam Negeri Sebelum Ekspor
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mewajibkan seluruh industri minyak sawit mentah (CPO) dan olein untuk menjual sebagian hasil produksinya dalam bentuk minyak goreng (migor) ke dalam negeri. Hal ini menjadi salah satu syarat bagi industri untuk melakukan ekspor.
Selain menjual ke dalam negeri, produsen harus melaporkan penjualan ke dalam negeri itu kepada Kemendag. Jika tidak, kementerian akan menolak dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) yang menjadi syarat ekspor.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan langkah ini diambil untuk memastikan ketersediaan CPO maupun olein di dalam negeri. Dengan demikian, harga minyak goreng di masa depan dapat terkendali.
"Kalau semua (pabrik CPO dan olein) ekspor, haraga minyak goreng naik terus. Jadi, sama-sama membantu," kata Wisnu dalam konferensi pers virtual, Selasa (18/1).
Kebijakan ini akan berjalan hingga Juli 2022 dan dapat diperpanjang. Selain itu, tidak ada batas minimal penjualan CPO maupun olein ke dalam negeri seperti ketentuan domestic market obligation (DMO) pada batu bara.
"Kalau DMO, kami wajibkan mereka harus ada sekian dengan kuantitas sekian (yang dijual di dalam negeri). Ini tidak berbunyi demikian," kata Wisnu.
Wisnu mencatat akan ada 15 pos tarif yang terdampak kebijakan ini. Seluruh produk itu dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis produk sawit, yakni CPO, refined bleached deodorized olein (RBDO), dan minyak jelantah.
Pabrikan yang tetap mengekspor produknya tanpa memasok kebutuhan domestik akan diberikan sanksi mulai dari pembekuan hingga pencabutan izin usaha.
Agar pabrikan CPO dan olein mau menjual hasil produksinya ke dalam negeri, Kemendag telah menyiapkan pagu subsidi senilai Rp 7,6 triliun selama 6 bulan ke depan. Dana dialokasikan untuk mengatasi selisih harga bahan baku untuk pasar domestik dan ekspor.
Selisih harga bahan baku itu menjadi salah satu faktor perhitungan nilai keekonomian migor hingga awal semester II-2022. Selain selisih harga bahan baku, nilai keekonomian mempertimbangkan biaya logistik, biaya distribusi, biaya produksi, dan biaya lainnya.
Hal ini dilakukan agar migor kemasan dapat dijual dengan satu harga, yakni Rp 14 ribu per liter, sejak Rau (19/1). Harga tersebutakan dijaga dengan subsidi selisih antara harga eceran tertinggi (HET) dan nilai keekonomian migor yang ditetapkan setiap bulannya.
Dana subsidi itu akan disediakan oleh Badan Pengatur Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pemerintah memastikan kebijakan ini tidak akan mempengaruhi program subsidi biodiesel yang selama ini menggunakan dana kelolaan badan tersebut.