Laba Industri Cina Masih Anjlok Meskipun Pembatasan Covid Dilonggarkan
Biro Statistik Nasiona (NBS) Cina merilis pertumbuhan laba perusahaan-perusahaan industri pada Mei 2022 turun 6,5 % dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun demikian, angka tersebut lebih baik dibandingkan April 2022 yang laba industrinya anjlok hingga 8,5%.
Perbaikan laba industri didorong oleh keuntungan di sektor pertambangan batu bara, serta ekstraksi minyak dan gas. Hal itu disebabkan karena reli kenaikan harga komoditas global akibat perang Rusia-Ukraina.
Namun, keuntungan di sektor manufaktur turun 18,5% pada Mei, melanjutkan penurunan bulan sebelumnya yang mencapai 22,4%.
"Secara keseluruhan, kinerja perusahaan industri telah menunjukkan beberapa perubahan positif, tetapi perlu dicatat bahwa pertumbuhan laba industri dari tahun ke tahun terus turun, dengan meningkatnya tekanan biaya dan kesulitan dalam produksi dan operasi," kata Ahli Statistik Senior NBS Zhu Hong, seperti dikutip dari Reuters, Senin (27/6).
Dengan produksi yang meningkat secara bertahap dari bulan lalu, penurunan laba perusahaan industri di Shanghai menyempit lebih dari 20 poin. Hal itu khususnya daerah yang dilanda Covid-19 seperti provinsi timur Jiangsu, provinsi timur laut Jilin, dan Liaoning.
Beberapa pabrik memulai kembali operasi di kota-kota seperti Shanghai setelah lockdown. Namun pasar properti yang lemah dan kekhawatiran akan gelombang infeksi yang berulang telah membayangi produksi pabrik. Hal ini menimbulkan keraguan atas pemulihan di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Laba perusahaan industri tumbuh 1,0% tahun-ke-tahun menjadi 3,44 triliun yuan ($514 miliar) pada Januari-Mei, melambat dari kenaikan 3,5% dalam empat bulan pertama. Keuntungan di perusahaan manufaktur mobil menyusut 37,5% dalam lima bulan pertama, sedangkan untuk sektor peleburan logam besi turun 64,2%.
Selama periode lima bulan yang sama, pendapatan perusahaan industri tumbuh 9,1% menjadi 53,16 triliun yuan. Angka itu melambat dari pertumbuhan 9,7% dalam empat bulan pertama.
Ekonomi China menunjukkan tanda-tanda pemulihan pada Mei setelah merosot pada bulan sebelumnya karena produksi industri pulih. Namun, konsumsi tetap lemah.
Direktur Yingda Securities Research Institute, Zheng Houcheng, memperkirakan pertumbuhan laba industri akan lebih baik pada Juni meskipun ada tekanan biaya pada perusahaan. Hal itu mempertimbangkan situasi Covid-19 domestik yang membaik dan harga minyak yang tidak mungkin naik signifikan.
Kabinet China pada bulan Mei mengumumkan sejumlah langkah yang mencakup kebijakan fiskal, keuangan, investasi, dan industri untuk mengatasi kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh COVID. Kebijakan tersebut menggarisbawahi tekad pemerintah untuk menopang ekonominya.
Namun, para analis mengatakan target pertumbuhan 5,5% akan sulit dicapai jika China tetap menggunakan strategi "pengendalian nol-Covid"" yang mahal.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2022 mencapai 5,01%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dibanding Cina, tetapi masih lebih rendah dibanding Vietnam.