Anjloknya Harga TBS Sawit Efek Domino Larangan Ekspor CPO?
Petani sawit kini mengeluhkan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang berada di kisaran di bawah Rp 1.000 per kilogram (Kg). Padahal, petani dan pengusaha kelapa sawit sempat menikmati tingginya TBS sawit Rp 4.000-an per kilogram, ketika minyak sawit mentah (CPO) menembus Rp 15.000 per Kg pada Januari-April 2022.
Anjloknya harga sawit ini bermula setelah pemerintah melarang ekspor CPO dan turunannya pada 28 April 2022. Presiden Joko Widodo mengambil keputusan itu karena langka dan mahalnya minyak goreng meskipun sudah menetapkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan pengusaha wajib pasok pasar domestik atau domestic market obligation (DMO).
Indonesia merupakan pemasok lebih dari 50% konsumsi CPO dunia dan menghentikan pasokannya selama 26 hari hingga 23 Mei 2022.
Setelah larangan ekspor dicabut, harga CPO tetap tumbuh positif di pasar internasional dan pernah lebih tinggi dari Rp 18.000 per kg pada Juni 2022. Namun, harga TBS di dalam negeri terus merosot dan bertahan di level Rp 1.000 hingga saat ini.
Penyebab utama anjloknya harga TBS adalah tangki penyimpanan CPO yang penuh. Hingga 12 Juli 2022, kapasitas tampung tangki penyimpanan nasional telah mencapai 88% atau 6,2 juta ton.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan sejak keran ekspor kembali dibuka, pengusaha kesulitan mengekspor CPO. "Yang tidak diduga adalah begitu dibuka ekspor, ternyata ekspor tidak dapat langsung jalan karena situasi angkutan (laut internasional) sudah berubah," kata Eddy kepada Katadata.co.id, Rabu (13/7).
Para pengusaha ekspor CPO dan produk turunannya kesulitan mendapatkan kapal. "Kapal (ekspor) banyak digunakan untuk mengangkut crude oil dari Rusia," kata Eddy.
Pada saat yang sama, Eddy mengatakan tren produksi TBS di dalam negeri sedang naik. Dengan demikian, tangki penyimpanan CPO dari produksi TBS tidak dapat menampung.
Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia (DSI) Sahat Sinaga mengatakan Persetujuan Ekspor (PE) kini menjadi kunci agar ekspor CPO bisa terjadi. Sahat menilai PE CPO kini dinilai menjadi jaminan bagi importir CPO di negara tujuan ekspor setelah larangan ekspor yang mendadak.
"(Buyer CPO) luar negeri sudah tidak percaya pada pengusaha di republik. Mereka mau mengimpor (CPO Indonesia) kalau sudah ada PE (CPO)," kata Sahat.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendata rata-rata harga TBS sawit dari kebun petani swadaya adalah Rp 873 per kilogram (Kg) per 11 Juli 2022. Sementara itu, rata-rata harga TBS dari kebun petani bermitra Rp 1.255 per Kg. Kedua angka tersebut lebih rendah dari rata-rata harga referensi Dinas Perkebunan di 22 provinsi senilai Rp 2.392 per Kg.
Rata-rata harga TBS terendah ada di provinsi Gorontalo, yakni Rp 500 dari kebun petani swadaya dan Rp 800 dari kebun petani bermitra. Adapun, harga referensi Dinas Perkebunan Gorontalo ditetapkan senilai Rp 2.000 per Kg.
Selain itu, Harga Pokok Produksi (HPP) petani sawit telah naik menjadi Rp 2.250 per 6 Juni 2022. Artinya, saat ini petani sawit menjual TBS sawit dengan kerugian Rp 995 - Rp 1.377 per Kg kepada PKS.
Tren Harga CPO Terus Turun
Saat ini, harga CPO ikut anjlok karena adanya sentimen pasokan minyak nabati akan kembali normal. Selain kebijakan percepatan ekspor CPO Indonesia, pasokan juga datang dari produsen minyak nabati lain.
Berdasarkan data Gapki, harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional belum lama ini anjlok menjadi senilai Rp 6.599 per kilogram (Kg) pada 7 Juli 2022. Sepanjang 2022, harga CPO pernah menyentuh titik tertingginya senilai Rp 18.091 per Kg.
Setelah menyentuh rekor tertinggi, harga CPO memang diramalkan akan melemah."Harga kemungkinan juga turun karena pasokan minyak nabati lain (di pasar ekspor) ternyata tidak seperti yang diduga," kata dia.
Eddy memperkirakan, bila tanpa larangan ekspor, harga CPO kemungkinan tak turun tajam. "Seharusnya (harga CPO domestik) masih sekitar Rp 12.000 per Kg," kata Eddy.
Eddy menghitung PKS dapat menyerap TBS dengan harga Rp 1.600 jika CPO mencapai Rp 8.000 per Kg. Eddy menilai hal tersebut dapat terjadi jika ekspor CPO kembali lancar dan stok CPO nasional ada di rentan 3 juta - 4 juta ton per bulan.
"Kami berharap begitu (ekspor lancar pada akhir Juli 2022 atau Agustus 2022), tapi sampai saat ini sepertinya masalah kapal menjadi hambatan utama," kata Eddy.
Sahat menilai proses produksi industri CPO nasional dapat terdistrupsi pada Agustus 2022 jika proses ekspor tidak kembali lancar pada akhir Juli 2022. Sahat menghitung volume ekspor yang keluar pada akhir Juli harus mencapai 2,6 juta ton agar proses produksi per Agustus tidak terganggu.
Sahat memproyeksikan kebutuhan minyak sawit akan meningkat untuk kebutuhan industri biodiesel. Kebutuhan minyak sawit di pasar dalam negeri untuk kebutuhan biodiesel, dari B-30 ke B-35.
"Kalau (volume ekspor CPO pada akhir Juli 2022) di bawah itu (2,6 juta ton), alur (produksi industri) sawit pada Agustus 2022 akan berbahaya, jadi terseok-seok jadinya," kata Sahat.