Ratusan Pabrik Sawit Setop Operasi, Kemenperin: Bukan Salah Pemerintah

Andi M. Arief
13 Juli 2022, 13:39
sawit, CPO
ANTARA FOTO/IRSAN MULYADI
Pekerja menurunkan tandan buah segar kelapa sawit untuk diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina milik PTPN IV, di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Selasa (13/8/2019).

Sekitar 123 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dilaporkan menghentikan operasinya dan berhenti menyerap tandan buah segar (TBS) sawit. Pabrik ini menghentikan operasi seiring melambatnya realisasi ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kemenperin Emil Satria mengatakan permasalahan terhambatnya ekspor sawit ini bukan disebabkan kebijakan pemerintah. "Yang enggak lancar bukan di pemerintah. Dia (eksportir) gak punya (kontrak dengan) kapal (untuk ekspor)," kata Emil kepada Katadata.co.id, Rabu (13/7).

Advertisement

Dia mengatakan pemerintah sudah berupaya mempercepat ekspor CPO dari sisi regulasi dan program ekspor. Langkahnya lewat penerbitan kebijakan Flush-Out (FO), menaikkan angka koefisien distribusi aturan kewajiban pasar domestik (DMO) dan Persetujuan Ekspor (PE), dan peluncuran MINYAKITA.

"Jadi, upaya (kami dalam percepatan ekspor), kami sudah longgarkan semua (regulasi), kalau (eksportir) enggak bisa bawa (CPO ke negara tujuan ekspor) kan enggak bisa juga (tangki penyimpanan CPO cepat kosong)," kata Emil.

Sebelumnya Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mendata sebanyak 123 Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berhenti beroperasi menyerap tandan buah segar (TBS) sawit. Kondisi ini disebabkan perusahaan sawit kesulitan mengekspor sejak pemerintah membuka kembali keran ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya pada Mei.

Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung mengatakan pabrik sawit berhenti mengolah TBS sawit karena lambatnya laju penyerapan CPO oleh industri antara dan hilir. Penyetopan operasi ini membuat harga TBS sawit semakin lemah. "Tangkinya (PKS) itu sudah di level merah. Semakin banyak pabrik yang tutup (serapan TBS sawit), semakin enggak ada harga TBS. Ini semua mengakibatkan ketidakpastian industri sawit Indonesia," kata Gulat kepada Katadata.co.id, Selasa (12/7).

Plt. Ketua Umum Dewan Sawit Indonesia (DSI) Sahat Sinaga sebelumnya mengatakan ekspor CPO dan produk turunannya terkendala setelah pemerintah pernah menutup keran ekspor. Dia mengatakan kepercayaan terhadap pengusaha menjadi berkurang.

"Pengusaha luar negeri sudah tidak percaya pada pengusaha republik. Mereka mau mengimpor (CPO) kalau sudah ada (penerbitan) PE (persetujuan ekspor)," kata dia.

Berbagai Kebijakan Percepatan Ekspor CPO

Program Flush-Out  atau FO mengizinkan eksportir yang tidak tergabung dalam Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (Simirah) mengekspor dengan membayar tambahan pajak. Dengan kata lain, program ini memperbolehkan pengusaha bisa ekspor CPO tanpa memenuhi aturan domestic market obligation (DMO). Namun pajak ekspor CPO yang harus dibayarkan naik menjadi US$ 688 per ton karena tambahan pajak FO senilai US$ 200 per ton.

Pemerintah menetapkan angka koefisien Penerbitan Ekspor (PE) yakni 1:7. Artinya, setiap pengiriman 1 ton minyak goreng hasil DMO, pemerintah akan mencatat volume CPO yang berhak didapatkan eksportir tersebut adalah 7 ton.

Pada 23 Mei 2022, pemerintah menetapkan angka koefisien saldo PE sebesar 1:3 sebelum naik menjadi 1:5 pada pertengahan Juni 2022. Namun demikian, Dewan Sawit Indonesia (DSI) telah mengusulkan agar angka pengali saldo PE sebanyak 1:8,5 agar laju ekspor CPO cepat dan lancar.

Sebelum dikalikan dengan angka penghitungan PE, eksportir dapat menambah volume pemenuhan DMO dengan dua cara, yakni mengirim minyak goreng ke tempat yang lebih sulit dijangkau atau secara regional dan mengemas minyak goreng hasil DMO menjadi MinyaKita atau secara kemasan.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement