Percepat Ekspor CPO, GAPKI Usul Aturan DMO dan DPO Dicabut Sementara
Kebijakan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) sebesar 0% dinilai belum cukup mendongrak harga tandan buah segar (TBS). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengusulkan agar pemerintah menghentikan sementara kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO) untuk mempercepat ekspor minyak sawit mentah (CPO).
Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal Gapki, Eddy Martono, ketika diminta tanggapannya mengenai kebijakan pungutan ekspor (PE) minyak sawit mentah sebesar 0% yang diterapkan pemerintah pada 15 Juli-31 Agustus 2022. Eddy mengatakan, perbaikan harga TBS sawit sangat bergantung pada kondisi stok CPO di dalam negeri.
"Kondisi saat ini stok sangat tinggi. Kalau ekspor tidak lancar, stok terus bertambah, bahkan produksi (CPO) bisa berhenti. Ini bisa menghambat kenaikan harga TBS (sawit) petani," kata Eddy kepada Katadata.co.id, Senin (18/7).
Sebelumnya, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) memproyeksikan stok CPO di Indonesia pada akhir mencapai 10,9 juta ton pada akhir Juli. Jumlah stok tersebut sekitar tiga hingga lima kali lipat dari rata-rata volume ekspor per bulan yang mencapai 2-3 juta ton. Dengan demikian, dibutuhkan waktu minimal tiga bulan untuk mengosongkan stok CPO di tangki dalam negeri.
Eddy mengatakan, stok tersebut saat ini tersimpan di pabrik kelapa sawit yang memiliki kapasitas tangki penyimpanan hingga 4 juta ton, serta pelabuhan dan industri hilir dengan kapasitas 7 juta ton.
Oleh sebab itu, Eddy mengatakan, diperlukan percepatan ekspor yang optimal agar tangki tersebut bisa segera disalurkan. Selain menghapus sementara pungutan ekspor, Eddy menilai pemerintah juga perlu meniadakan kewajiban pasar domestik (DMO) dan kewajiban harga domestik (DPO) secara sementara atau hingga stok CPO domestik mencapai 3 juta - 4 juta ton per bulan.
Eddy memprediksi relaksasi aturan DMO dan DPO dapat menggandakan volume ekspor CPO pada Agustus 2022 menjadi 6 juta ton. "Lancarnya ekspor harus menjadi perhatian utama, sebab memang kondisi stok abnormal. Kita lihat 1-2 minggu ini, apakah berpengaruh (peniadaan PE CPO) terhadap kecepatan ekspor?" kata Eddy.
Ketua Umum Apkasindo, Gulat Manurung, mengatakan bahwa penerapan kebijakan DMO dan DPO sudah tidak relevan. Gulat menilai kondisi industri CPO domestik sudah tidak seperti pada April-Juni yang membutuhkan aturan DMO dan DPO. Menurutnya, kecepatan ekspor CPO menjadi penting agar puncak panen TBS sawit pada Agustus dapat terserap oleh pabrik kelapa sawit (PKS).
"Terlambat ambil keputusan (ekspor CPO) bisa berakibat fatal secara nasional dan investasi 6,72 juta hektar petani sawit akan berguguran massal. Kami level petani saja bisa berhitung dengan sedikit cermat," kata Gulat.
Di samping itu, Gulat menilai, cara untuk mengembalikan kondisi stok CPO ke posisi normal adalah meningkatkan konsumsi dalam negeri oleh industri hilir. Hingga Mei 2022, konsumsi lokal hanya mencapai 7,74 juta ton atau 38,94% dari total produksi pada Januari-Mei 2022 sebanyak 19,88 juta ton. Pada Januari-Mei 2021, konsumsi lokal hanya mencapai 7,68 juta ton dari total produksi selama lima bulan pertama 2021 sejumlah 19,6 juta ton.
Industri yang dinilai dapat meningkatkan konsumsi CPO dalam waktu dekat adalah industri biodiesel dengan meningkatkan program B30 menjadi B40. Artinya, campuran olahan CPO dalam bahan bakar solar naik dari 30% menjadi 40%.
Pada Januari-Mei 2022, konsumsi CPO oleh industri biodiesel mencapai 3,47 juta ton atau naik 24,1% dari realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar 2,8 juta ton. Pada 2021, total konsumsi CPO oleh industri biodiesel sejumlah 7,34 juta ton atau 15,65% dari total produksi CPO 2021 yang mencapai 46,88 juta ton.
Gulat mencatat, konsumsi CPO di dalam negeri hanya mencapai 35% dari total produksi per tahun. Untuk meningkatkan konsumsi CPO menjadi 65% dari total produksi, pemerintah perlu memberikan insentif khusus di industri CPO nasional untuk menarik investor.
"Dengan role model seperti ini, pemerintah tidak perlu BK (bea Keluar) dan PE (Pungutan Ekspor) terlampau besar dari ekspor sawit, karena pemerintah akan dapat corporate tax yang tinggi dengan perubahan pasar ini," kata Gulat.
Berdasarkan data Gapki, total ekspor produk minyak sawit Indonesia pada April 2022 sebesar 2,01 juta ton. Jumlah itu lebih rendah dari ekspor April 2021 yang mencapai 2,63 juta ton.