Pengusaha Sambut Permenaker 5/2023, Pemotongan Upah 25% Bisa Cegah PHK
Pelaku usaha menyambut baik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan no. 5 tahun 2023 yang mengizinkan pengusaha industri padat karya untuk memangkas upah pekerja atau buruh hingga 25%. Pemotongan upah tersebut dikarenakan adanya pengurangan jam kerja.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia atau API, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja, mengatakan pengusaha menyambut baik peraturan tersebut. Jemmy mengatakan, permenaker itu dibutuhkan pengusaha untuk mengantisipasi dan meminimalisir pemutusan hubungkan kerja atau PHK.
"Aturan tersebut untuk membantu meminimalisir PHK. Dengan diizinkan nya karyawan bekerja di bawah 40 jam kerja per minggu," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (16/3).
Dia mengatakan, market industri tekstil dan produk tekstil atau TPT belum pulih baik global maupun lokal. Permintaan ekspor menurun signifikan karena inflasi di Amerika Serikat dan Eropa.
Kondisi ini membuat banyak industri TPT melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap tenaga kerjanya sejak tahun lalu. Selain itu, banyak dari anggota asosiasi yang sudah mengurangi jam operasional perusahaan tekstil mereka.
"Jadi dulu biasanya rata-rata perusahaan tekstil bekerja 7 hari dalam satu minggu, tiap hari bekerja selama 24 jam. Namun sekarang hanya bekerja maksimum 5 hari, pada Sabtu-Minggu diliburkan," ujarnya.
Menaker Izinkan Pengusaha Potong Upah Buruh 25%
Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker telah mengeluarkan aturan yang mengizinkan pengusaha industri padat karya berorientasi ekspor memotong gaji karyawan maksimal hingga 25%. Hal itu tercantum dalam Peraturan Menaker no. 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Dalam aturan tersebut disebutkan jika penurunan permintaan menyebabkan kegiatan usaha menjadi berkuramg signifikan. Oleh sebab itu, peraturan tersebut mengizinkan untuk industri padat karya yang masuk dalam kriteria untuk melakukan pengurangan jam kerja pada karyawannya.
"Penyesuaian waktu kerja dan upah sebagaimana dimaksud pada dilakukan untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja," tulis aturan tersebut.
Namun demikian, pengurangan jam kerja tersebut berdampak pada upah yang diterima karyawan. Pada Pasal 8 Peraturan tersebut disebutkan jika perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja atau buruh.
"Dengan ketentuan Upah yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75% dari Upah yang biasa diterima," tulis aturan tersebut.
Kriteria Industri
Namun demikian, tidak semua industri berorientasi ekspor bisa termasuk dalam aturan tersebut. Berikut lima kriterianya:
1. Pekerja/Buruh paling sedikit 200 orang
2. persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%
3. Produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara di benua Eropa. Hal ini dibuktikan dengan surat permintaan pesanan.
4. Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor tersebut meliputi industri tekstil dan pakaian jadi; industri alas kaki; industri kulit dan barang kulit; industri furnitur; dan industri mainan anak.
5. Dalam pemernaker tersebut disebutkan bahwa penyesuaian sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan Pekerja/Buruh.
Penyesuaian upah berlaku selama enam bulan terhitung sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku tanggal 8 Maret 2023.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2023 nilai ekspor Indonesia mencapai sekitar USD 21,4 miliar, turun 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom).
Jika dilihat dari negara tujuannya, awal tahun ini permintaan ekspor turun paling signifikan dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.