Kenaikan Harga Minyak Berpotensi Tertahan Menanti Keputusan The Fed
Harga minyak terkerek tipis pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Kemungkinan naiknya suku bunga The Fed masih menahan harga minyak, meski Cina mencatatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2023.
Harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni hanya naik satu sen atau 0,01%. Harga kini dipatok sebesar US$ 84,77 per barel di London ICE FUtures Exchange.
Sementara, harga minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman Mei naik tiga sen atau 0,04%. Harga dipatok US$ 80,86 per barel di New York Mercantile Exchange.
Ekonomi Cina berhasil tumbuh 4,5% pada kuartal I 2023. Kenaikan ini melebihi ekspektasi sejumlah analis. Tidak hanya itu, produksi kilang juga meningkat mendekati level rekor pada Maret.
"Gambaran besar dari pertumbuhan Cina menunjukkan pasar saat ini masih kekurangan suplai," kata analis Price Futures Group, Phil Flynn dikutip dari Reuters (19/4).
Di sisi lain, prospek kenaikan suku bunga Bank Sentral AS masih menahan sentimen pertumbuhan harga minyak. Ekspektasi saat ini, The Fed akan menaikkan 25 basis poin (bps) pada pertemuan Mei.
Harga minyak mentah terus menunjukkan pertumbuhan selama empat pekan terakhir. Ini adalah rentetan terlama sejak Juni 2022. Meski begitu, harga ini diprediksi mengalami koreksi dalam waktu dekat.
Pada Maret 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas naik 25,2% dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini senilai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 44,8 triliun.
Kenaikan ini disebabkan oleh adanya kenaikan minyak mentah sebesar 54,1% serta hasil minyak yang juga ikut naik hingga 21%.
SKK Migas memperkirakan acuan referensi harga minyak tahun ini berada di level US$ 80-an. Prediksi ini merupakan hasil perhitungan tiga skenario harga minyak berdasarkan kondisi ekonomi politik global.