Franky Widjaja: Minyak Sawit Berpotensi Jadi Bahan Bakar Pesawat
Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food Franky Oesman Widjaja mengungkapkan minyak kelapa sawit berpotensi diolah menjadi bahan bakar pesawat udara yang ramah lingkungan (sustainable aviation fuels). Minyak sawit bisa menjadi solusi yang dimiliki Indonesia untuk menjawab kebutuhan dunia terhadap bahan bakar nabati rendah karbon yang berkelanjutan.
"Kami di Sinar Mas selalu berfokus pada pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan bahan bakar penerbangan yang ramah lingkungan ini, kami berharap langit bisa menjadi biru kembali," ujar Franky dalam diskusi panel bertemakan Fuels of the Future for Low Carbon Industry Solution, dalam Indonesia Sustainability Forum (ISF), di Jakarta, Kamis (7/9).
Menurut Franky, komoditas kelapa sawit merupakan salah satu sumber daya alam terbesar Indonesia yang menyediakan lapangan kerja bagi lebih dari 17 juta orang, sebagian besar di perdesaan. Minyak kelapa sawit juga menjadi kontributor utama bagi ekspor Indonesia pada 2022 dengan nilai US$ 40 miliar.
"Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang paling produktif yang mampu menghasilkan lima hingga sepuluh kali lebih banyak per hektare perkebunan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya," ujar dia. Hanya dengan luasan 8% dari total lahan yang digunakan untuk memproduksi minyak nabati, minyak sawit dapat memasok 40% dari kebutuhan minyak nabati dunia saat ini.
Indonesia telah mendekarbonisasi ekonominya melalui program B35, yang merupakan kebijakan pencampuran bahan bakar nabati terbesar di dunia. Target penyaluran biodiesel pada tahun ini mencapai 13,15 juta kiloliter.
Sementara itu, President Airbus Asia-Pacific Anand Stanley mengatakan perusahaan penerbangan itu berkomitmen mengurangi konsumsi bahan bakar sebesar 80% dalam 50 tahun terakhir. "Kami juga berkomitmen menekan jejak karbon, tak hanya dari hasil pembakaran bahan bakar di udara namun juga termasuk seluruh siklus bahan bakar itu mulai dari produksinya," ujar Stanley, di Indonesia Sustainability Forum (ISF).
Airbus dan perusahaan penerbangan lain menghadapi tantangan dalam mewujudkan penerbangan ramah lingkungan mengingat suplai bahan bakar penerbangan ramah lingkungan masih sangat minim. "Pada 2030 kami berharap seluruh penerbangan dapat 100% menggunakan bahan bakar ramah lingkungan," kata Stanley.
Pesawat generasi terbaru Airbus sudah menggunakan 50% sustainable aviation fuels (SAF) dan 50% bahan bakar konvensional. Airbus juga tengah mengembangkan pesawat yang bisa menggunakan bahan bakar hidrogen maupun bahan bakar sintetis.