Sejarah Food Estate yang Dikritik Anies, Mengapa Terus Bermasalah?
Proyek lumbung pangan atau food estate menjadi salah satu topik pembahasan dalam debat capres pada Minggu (7/1). Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menuding, proyek ini hanya menguntungkan kroni-kroni.
"Food estate singkong menguntungkan kroni, merusak lingkungan dan tidak menghasilkan, ini harus diubah," kata Anies saat debat ketiga Pilpres 2024, Minggu (7/1).
Ia juga menuduh proyek food estate juga dikelola oleh orang dalam calon presiden nomor urut 3 Prabowo Subianto. Namun, tudingan tersebut langsung dibantah dalam debat tersebut oleh Prabowo.
Apa sebenarnya proyek Food Estate?
Food estate atau dikenal lumbung pangan merupakan kebijakan pemerintah untuk pengembangan pangan secara terintegrasi pada lahan seluar 165 ribu hektare. Program ini menjadi salah satu kebijakan yang masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.
Proyek semacam ini sebenarnya sudah dimulai sejak era Soeharto. Saat ini, Presiden Kedua RI tersebut mendorong program ketahanan pangan melalui program bimbingan massal dan proyek lahan gambut. Namun, kedua proyek ini berujung gagal.
Proyek serupa kemudian digagas kembali oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY pada 2010 menggagas proyek food estate di Merauke dan Kalimantan Utara. Namun, pembangunan lumbung pangan di kedua wilayah tersebut juga tak memberikan kemajuan berarti.
Proyek Food Estate kembali diteruskan di era Presiden Joko Widodo. Pelaksanannya kini hampir seluruh provinsi di Indonesia, antara lain Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, hingga Papua. Presiden Jokowi pun telah menunjuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk menjadi pimpinan proyek lumbung pangan di Kalimantan Tengah.
"Namanya pertahanan itu bukan hanya urusan alutsista, tetapi juga ketahanan di bidang pangan," kata Jokowi pada Juli 2020.
Pekerjaannya melibatkan kementerian lain yang meliputi Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian PUPR. Dalam pelaksanaannya, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,5 triliun.
Sementara itu, Kementerian Pertanian menyiapkan Rp 2,3 triliun anggaran dana alokasi (DAK) fisik pada 2023 untuk pengembangan program food estate dan penguatan kawasan sentra produksi pangan. DAK fisik bidang pertanian tersebut menurut Syahrul Yasin Limpo yang saat itu masih menjadi menteri pertanian, ditujukan untuk penguatan kawasan produksi pangan berbasis korporasi terintegrasi hulu-hilir dalam rangka penguatan ketahanan pangan serta pemulihan ekonomi nasional.
Masalah di Food Estate
Masalah pelaksanaan proyek strategi nasional ini pun tercium Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2020. Lembaga auditor negara itu menemukan beberapa persoalan signifikan dalam pemeriksaan kegiatan Pembangunan Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP)/Food Estate Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Triwulan III 2021 pada Kementerian Pertanian serta Instansi Terkait Lainnya.
Menurut BPK, ada tiga persoalan signifikan yang ditemukan. Pertama, perencanaan kegiatan belum berdasarkan data dan informasi yang valid dan belum sesuai dengan perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Kedua, beberapa kegiatan di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau yang dilaksanakan secara swakelola belum memenuhi ketentuan. Ketiga, penetapan lahan lokasi pembangunan food estate yang belum sesuai ketentuan.
Selain itu, BPK juga menemukan persoalan dalam pemeriksaan terpisah. Dalam pemeriksaan anggaran program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020, BPK menemukan anggaran keuangan bermasalah sebesar Rp 9 triliun.
Dari anggaran tersebut, dana sebesar Rp 803,3 miliar di Kementerian Pertanian yang terkait dua program, salah satunya food estate, diduga bermasalah. Menurut laporan BPK persoalannya ada pada pelaksanaan pengolahan lahan yang tidak sesuai seluas 30 ribu hektare dengan nilai Rp 15,2 miliar.
BPK juga mencatat potensi permasalahan kelebihan lahan pada pengembangan kawasan food estate di Kalimantan Tengah yang dikelola Ditjen Prasarana dan Saran Pertanian tahun 2020. Berdasarkan hasil pemeriksaan, kelebihan luas lahan tersebut di 19 kelompok tani dengan total 370,99 hektare atau setara dengan bantuan sarana dan produksi senilai Rp 1,5 miliar.
Mentan Klaim Food Estate Berhasil
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut program lumbung pangan atau food estate tak perlu diperdebatkan. Ia mengklaim, sudah ada keberhasilan pada program tersebut.
"Pertanian itu bukan untuk diperdebatkan, kemarin 600 hektare itu kita sudah tanami jagung berhasil kan, singkong juga," ujar Amran.
Amran mengatakan, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berkolaborasi dalam food estate lahan jagung seluas 600 hektare di kawasan Food Estate Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. "Siapapun yang memperdebatkan pertanian, itu bukan untuk diperdebatkan tapi dikerjakan. Buktinya jagung sudah, umurnya dua bulan, seumur jabatan saya, sekarang tumbuh subur," katanya.
Menurut dia, Food estate nantinya akan dijadikan sebagai sentra dan berkekuatan besar bagi cadangan pangan Indonesia, terutama dalam mengantisipasi kepadatan jumlah penduduk yang terus meningkat. Program ini merupakan salah satu kebijakan yang masuk dalam Program Strategis Nasional 2020-2024 dan akan mengembangkan sejumlah komoditas yaitu cabai, padi, singkong, jagung, kacang tanah, hingga kentang.
Dalam pelaksanaannya, masing-masing wilayah lumbung pangan mengembangkan komoditas yang berbeda-beda. Lumbung pangan di Sumba Tengah, misalnya, difokuskan pada pengembangan komoditas padi dan jagung.