Daftar 4 Food Estate yang Dinilai Gagal, Mayoritas di Kalimantan

Andi M. Arief
25 Januari 2024, 11:02
Food estate, proyek food estate
ANTARA FOTO/Anis Efizudi
Petani menabur pupuk pada tanaman kentang di perladangan "food estate" di kawasan lereng gunung Sindoro Desa Bansari, Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (12/1/2023). Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKPPP) setempat menargetkan pengembangan food estate di Kabupaten Temanggung bisa mencapai 1.000 hektare pada tahun 2024.
Button AI Summarize

Proyek lumbung pangan atau food estate telah berjalan sejak Orde Baru. Namun proyek tersebut belum kunjung berbuah sampai saat ini. Pengamat menilai food estate sebagai proyek gagal.

Research Associate Center of Reform on Economics Indonesia Dwi Andreas Santosa mencatat setidaknya terdapat empat proyek food estate yang gagal. Proyek food estate tersebut mayoritas berlokasi di Pulau Kalimantan.

Dwi menekankan kritik tersebut tidak disampaikan dalam payung politik. Kritik tersebut disampaikan lantaran dirinya terlibat dalam beberapa proyek food estate. Menurutnya, kegagalan proyek tersebut disebabkan oleh pelanggaran empat pilar akademis, yakni kelayakan tanah dan agroklimat, teknologi, infrastruktur, dan sosial dan ekonomi.

"Keempat pilar ini harus ada dan sempurna sebelum proyek food estate bisa berjalan dan menguntungkan. Jika satu pilar tidak dijalankan dengan baik, maka jawabannya pasti gagal proyek food estate," kata Dwi dalam CORE Economic Outlook Sectoral 2024, Selasa (23/1).

1. Food Estate Kalimantan Tengah

Dwi mengaku terlibat dalam pembangunan proyek food estate di Kalimantan Tengah atau Kalteng sebagai bagian tim analisis risiko lingkungan pada 1996. Saat itu, food estate di Kalteng dirancang memiliki luas 1,4 juta hektare.

Ia menyatakan analisis lingkungan sektoral pada lahan seluas 30.000 hektare. Luas analisis pada akhirnya ditingkatkan menjadi 1,4 juta hektare agar proyek berjalan.

Pada 1998, sebanyak 15.000 orang transmigran didatangkan ke lokasi proyek untuk menggarap lahan seluas 30.000 hektare. Namun proyek tersebut akhirnya dibatalkan pada 1999 oleh Badan Perencanaan Nasional.

"Jadi, pemerintah keluar dana Rp 3 triliun untuk pengembangan, padahal biaya untuk merusak lahan hutan juga keluar Rp 3 triliun. Hasilnya hanya terjadi kerusakan yang luar biasa biasa besar," ujarnya.

Kerusakan yang dimaksud Dwi adalah kebakaran hutan dan lahan pada 2015. Food Estate Kalteng menjadi pusat kebakaran dengan 125 titik api di atas 1 juta hektare lahan gambut. Asap dari kebakaran tersebut berhembus hingga ke Singapura dan Malaysia pada tahun yang sama.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...