PHK Tembus 40.000, Menaker Ida Klaim Telah Mediasi Banyak Perusahaan
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengklaim telah memanggil banyak perusahaan yang berencana melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK karyawan. Langkah tersebut dilakukan untuk melakukan mediasi antara pemberi kerja dan pekerja.
Apabila pemecatan tak bisa dihindari, maka pemberi kerja harus memenuhi kewajiban karyawan. "PHK adalah jalan terakhir. Upaya-upaya untuk membangun kesepahaman antara pekerja dan pengusaha harus dilakukan sebelum ada PHK," kata Ida di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (16/8).
Kementerian Ketenagakerjaan mendata jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 42.863 orang hingga Juli 2024. Sebanyak 22.356 atau 52,15% orang berasal dari industri pengolahan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan ada empat penyebab gelombang PHK terjadi pada tujuh bulan pertama tahun ini.
Salah satunya adalah banjirnya barang impor di pasar lokal. "PHK terjadi karena persaingan dengan barang impor dari negara tertentu yang memang lebih murah harganya," kata Indah kepada Katadata.co.id, kemarin.
Tiga lainnya yang memicu PHK massal sepanjang tahun ini adalah efisiensi bisnis, perkembangan digital dan kecerdasan buatan (AI), serta memburuknya situasi dan kondisi koflik geopolitik global.
Ia mendata provinsi dengan jumlah pekerja ter-PHK terbesar ada di Jawa Tengah atau mencapai 13.722 orang. Adapun 99,99% atau 13.721 orang berasal dari industri pengolahan, seperti industri tekstil, garmen, dan alas kaki.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI berpendapat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 atau UU Cipta Kerja menjadi salah satu penyebab gelombang pemecatan buruh belakangan ini.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, gelombang PHK memang disebabkan oleh melemahnya permintaan di pasar lokal maupun global. Akan tetapi, UU Cipta Kerja mempermudah perusahaan memecat karyawan.
Undang-undang itu, menurut Said, membuat pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan menjadi lebih murah ketimbang persyaratan yang tertera dalam UU Ketenagakerjaan lama.
"Pasar domestik dan ekonomi dunia yang tidak baik bertemu dengan kemudahan pesangon murah. Jadi, pelaku usaha berpikir untuk langsung melakukan PHK," kata Said kemarin.