Menang saat Banding, WNA Pelaku Tambang Emas Ilegal di Ketapang Dibebaskan

Ringkasan
- Raksasa teknologi global seperti Google, Microsoft, dan Nvidia serta ByteDance (induk TikTok) berinvestasi besar-besaran di Malaysia untuk mengembangkan infrastruktur pendukung kecerdasan buatan (AI), menjadikan Malaysia sebagai negara tujuan investasi yang mendapat perhatian lebih dibandingkan Indonesia.
- Pemerintah Malaysia mendorong investasi di sektor ekonomi digital dengan meluncurkan Cetak Biru Ekonomi Digital pada tahun 2021 dan membentuk Kantor Investasi Digital, bertujuan untuk menarik investasi digital sebesar US$ 16,1 miliar hingga tahun 2025 agar kontribusi sektor ini terhadap PDB lebih dari 22,5%.
- Investasi teknologi di Malaysia mencakup berbagai bidang seperti robotika, AI, IoT, teknologi cloud, blockchain, dan keamanan siber, dengan pusat data skala besar menjadi salah satu area unggulan. Beberapa investasi signifikan termasuk pembangunan pusat data oleh Google dan investasi infrastruktur AI oleh Microsoft serta kolaborasi Nvidia untuk pengembangan Large Language Model (LLM) dalam bahasa Melayu.

Pengadilan Tinggi Pontianak menyetujui permohonan banding yang diajukan oleh warga negara asing atau WNA asal Cina, Yu Hao, 49 tahun yang sebelumnya diputuskan bersalah dalam kasus penambagangan ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat.
Hal ini tertuang dalam putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor 464/PID.SUS/2024 PT PTK tanggal 13 Januari 2025. Penerimaan banding ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/PID.SUS/2024/PN KTP tanggal 10 Oktober 2024.
“Menyatakan terdakwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penambangan tanpa ijin sebagaimana dalam dakwaan tunggal penuntut umum. Membebaskan terdakwa Yu Hao oleh karena itu dari dakwaan tersebut,” tulis keterangan amar lainnya dalam laman Pengadilan Tinggi Pontianak, dikutip Rabu (15/1).
Majelis Hakim juga memulihkan hak terdakwa dan memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa Yu Hao dari tahanan. Yo Hou ditangkap pada 10 Mei 2024.
Keputusan saat banding berbeda dengan hasil persidangan di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat pada Agustus 2024 lalu yang menyebutkan nilai kerugian akibat pertambangan emas ilegal ini mencapai Rp 1,02 triliun. Angkanya berasal dari cadangan emas yang hilang sebanyak 774,27 kilogram dan perak 937,7 kilogram.
Melansir situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hasil penyelidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menunjukkan, volume batuan bijih emas yang tergali mencapai 2.687,4 meter kubik.
“Batuan ini berasal dari koridor antara wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dua perusahaan emas PT BRT dan PT SPM, yang saat ini belum memiliki persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya untuk produksi 2024-2026,” tulis Ditjen Minerba, dikutip Jumat (27/9/24).
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan, tersangka sebagai penanggung jawab dari semua kegiatan yang ada di lubang tambang dalam (tunnel), bersama-sama beberapa tenaga kerja dan warga lokal, melakukan kegiatan non-inti, seperti pemompaan, housekeeping, dan catering.
Tersangka tidak mempunyai izin usaha jasa pertambangan (IUJP), sebagai syarat untuk bekerja sebagai kontraktor di wilayah IUP. “Dia menggerakkan semua operasi kegiatan,” kata Nindyo dalam konferensi pers pada 11 Mei 2024.
Nindyo mengatakan, penindakan operasi tambang ilegal bermula dari aduan dan pengawasan usaha penambangan. Ditjen Minerba kemudian menemukan sejumlah bukti kegiatan penambangan bijih emas di lokasi tambang yang saat ini sedang dalam proses pemeliharaan.
“Ini kegiatan ilegal dan dilakukan di tambang bawah tanah yang bisa dibilang, melihat dari volumenya tadi, cukup besar,” katanya.
Modus yang digunakan dalam tambang ilegal ini adalah memanfaatkan tunnel yang masih dalam masa pemeliharaan di WIUP dengan alasan kegiatan pemeliharaan dan perawatan. Padahal, kegiatan lubang tambang tersebut adalah blasting atau pembongkaran menggunakan bahan peledak.
Penambang juga mengolah dan memurnikan bijih emas di dalam tunnel. “Seperti yang tadi disampaikan bahwa peralatan yang beroperasi itu tidak untuk kegiatan produksi, tapi ternyata oleh yang bersangkutan disalahgunakan sehingga terjadilah tindak pidana illegal ini,” ujarnya.