Kadin soal Tarif Impor Trump: Peluang Negosiasi Masih Terbuka


Kamar Dagang dan Industri Indonesia atau Kadin berharap pemerintah dapat melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat terkait rencana pengenaan tarif impor sebesar 32% terhadap Indonesia yang telah diumumkan Presiden Donald Trump. Kadin melihat peluang negosiasi dengan pemerintahan Trump masih terbuka.
"Saya melihat pernyataan Presiden Trump merupakan opening statement. Artinya pintu negosiasi masih terbuka. Posisi Indonesia sangat strategis di Kawasan Pasifik. Selain bagian dari kekuatan ekonomi ASEAN, Indonesia adalah anggota APEC yang strategis." ujar Ketua Umum Kadin Anindya Bakrie dalam keterangan resmi dikutip Jumat (4/3).
Menurut dia, posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia dan pimpinan negara nonblok, juga akan menjadi pertimbangan Trump. Ia mendukung keputusan pemerintah Indonesia untuk mempersiapkan berbagai langkah strategis menghadapi penerapan tarif resiprokal AS dan melakukan negosiasi dengan Pemerintah AS.
"Komunikasi yang intens dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan, termasuk mengirimkan delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk melakukan negosiasi langsung dengan AS adalah langkah yang tepat," kata dia.
Ia juga menilai pentingnya kerja sama Indonesia dengan negara anggota ASEAN. Sepuluh negara anggota ASEAN terdampak pengenaan tarif AS. Di sisi lain, menurut dia, perlu ada figur yang bisa berperan sebagai duta besar Indonesia di AS, sembari proses diplomatik pemilihan duta besar berlangsung.
"Kadin Indonesia akan menggunakan jalur hubungan dengan Kamar Dagang Amerika Serikat (US Chamber of Commerce) yang sudah terjalin baik selama ini," kata dia.
Dampak Kebijakan Tarif AS
Menurut dia, rencana tarif impor 32% untuk produk Indonesia akan berdampak signifikan terhadap neraca pembayaran, khususnya neraca perdagangan dan arus investasi. AS merupakan pemasok valuta asing terbesar, yang menyumbang surplus perdagangan sebesar US$ 16,8 miliar pada 2024.
Hampir semua ekspor komoditas utama Indonesia ke AS meningkat pada tahun 2024. Sebagian besar barang Indonesia yang diekspor ke AS adalah produk manufaktur, yaitu peralatan listrik, alas kaki, pakaian, bukan komoditas mentah.
Selama ini, menurut dia, produk Indonesia dikenakan tarif impor sekitar 10% di AS. Namun, faktanya, beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk, karena Indonesia menikmati fasilitas preferensi sistem umum (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.
Kebijakan Presiden Trump ini,menurut dia, juga berdampak pada pergerakan dana investasi, baik investasi portofilio maupun foreign direct investment (FDI) atau investasi langsung. Karena itu, Anindya menilai, penting sekali upaya Indonesia menarik investasi, di antaranya lewat pembuatan special economic zone yang dikhususkan untuk AS dengan aliansinya. Kawasan ekonomi khusus (KEK) itu sangat penting untuk menarik relokasi industri dari Cina.
Dampak negatif kebijakan Presiden Trump perlu dihitung dengan cermat. Penurunan ekspor alas kaki, pakaian, dan produk elektronik Indonesia ke AS akan berdampak pada ketenagakerjaan. "Kadin mengimbau agar pemerintah dan pelaku usaha bersama-sama mencegah PHK," ujar dia.
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Saleh Husin menilai, kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan AS terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia, berpotensi melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar AS. Dengan tarif sebesar 32%, kebijakan ini diperkirakan akan memengaruhi beberapa komoditas ekspor utama Indonesia, seperti tekstil, alas kaki, kertas dan pulp, peralatan elektronik, minyak sawit, dan produk karet.
“Meskipun demikian, perlu kajian lebih mendalam untuk mengukur seberapa besar dampaknya terhadap perekonomian Indonesia,” kata Saleh ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (3/4).
Ia menilai, langkah diplomasi khusus diperlukan, tidak hanya pada level pemerintah (G2G), tetapi juga antarpelaku usaha (B2B), terutama dengan perusahaan-perusahaan AS yang bergantung pada produk Indonesia dalam rantai pasok mereka. Di sisi lain, menurut dia, perlu ada diversifikasi pasar untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS.
“Misalnya dengan mengoptimalkan ekspor ke negara-negara nontradisional seperti Eropa Timur dan Afrika,” kata Saleh.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani juga menilai, penerapan tarif tinggi oleh Amerika Serikat merupakan tantangan bagi Indonesia dan banyak negara-negara lain yang memiliki surplus perdagangan dengan AS. Kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran, baik di kalangan pelaku usaha maupun masyarakat karena dapat memberikan dampak besar terhadap arus perdagangan global.
Shinta menilai, Indonesia perlu membangun kesepakatan bilateral dengan Amerika Serikat untuk memastikan akses pasar terbaik dan paling kompetitif di AS, dengan prinsip win-win. Hal ini terutama dengan menciptakan rantai pasokan bersama industri-industri di AS sehingga ekspor Indonesia ke AS dipandang sebagai upaya untuk memperkuat daya saing industri AS, bukan sebagai ancaman terhadap pasar atau industri AS.
“Ini yang sedang kami dorong dan diplomasikan bersama dengan pemerintah Indonesia, jadi kami sangat berharap upaya diplomasi ini bisa disambut dengan baik oleh pemerintah AS,” kata Shinta ketika dihubungi Katadata.co.id.
Shinta juga menyarankan pemerintah untuk memperhatikan tarif impor produk Amerika Serikat ke Indonesia termasuk hambatan non-tarif. Apindo juga menyarankan pemerintah untuk lebih gencar dalam mendorong diversifikasi pasar tujuan ekspor agar kinerja ekspor nasional menjadi lebih maksimal dan stabil, meskipun ada kebijakan yang lebih restriktif terhadap ekspor Indonesia di AS.
Ia menilai Indonesia juga perlu memanfaatkan lebih maksimal perjanjian perdagangan bebas (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) yang sudah ada, serta menyelesaikan perjanjian yang masih dalam tahap negosiasi, seperti Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).
Shinta menegaskan, pemerintah perlu mendukung revitalisasi industri padat karya serta melakukan deregulasi agar produk-produk Indonesia lebih kompetitif dan dapat bersaing di pasar ekspor. Ia menilai diversifikasi menjadi bagian penting dari strategi jangka menengah. Negara-negara di ASEAN, Timur Tengah, Amerika Latin, dan Afrika memiliki potensi besar sebagai pasar pengganti AS.
Penyelesaian perundingan I-EU CEPA juga semakin mendesak untuk segera dilakukan. Menurut dia, diplomasi dagang dengan AS perlu diperkuat dengan intensitas yang lebih tinggi. Menurut dia, berbagai masukan substansial telah disampaikan untuk memperkuat posisi tawar Indonesia.
“Termasuk usulan untuk pendekatan tematik seperti kerja sama di sektor energi, critical minerals, dan farmasi, tanpa harus langsung masuk ke negosiasi FTA yang kompleks,” kata Shinta.