Mengenal Body Shaming Beserta Jenis dan Dampaknya

Image title
15 Februari 2022, 10:46
Body shaming adalah tindakan mencela dan mempermalukan seseorang dengan membuat ejekan atau komentar negatif tentang tubuh seseorang. Contoh body shaming adalah penyebutan "gendut" dan "pesek".
Pexels/RF._.studio
Ilustrasi

Setiap manusia terlahir dengan keunikan pada tubuhnya yang menjadikannya berbeda satu sama lain. Beberapa orang terlahir dengan tubuh kurus, tinggi, pendek, dan sebagainya. Bentuk tubuh yang beragam merupakan karunia Tuhan yang patut disyukuri. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa beberapa bentuk tubuh menjadi standar ideal sehingga terjadi body shaming atau mencela fisik.

Body shaming adalah tindakan atau praktik mencela dan mempermalukan seseorang dengan membuat ejekan atau komentar negatif tentang bentuk atau ukuran tubuh seseorang. Contoh body shaming adalah penyebutan gendut, pesek, cungkring, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan penampilan fisik.

Berdasarkan survei ZAP dalam ZAP Beauty Index 2020, sebanyak 62,2 % wanita Indonesia mengaku pernah menjadi korban body shaming selama hidupnya. Responden survei berjumlah 6.460 wanita dengan rentang usia 13 sampai 65 tahun.

Sebanyak 47 % wanita melaporkan mengalami body shaming karena tubuh yang dianggap terlalu berisi. Sedangkan 36,4 % wanita mengalami body shaming karena kulit berjerawat dan 28,1 % karena bentuk wajah yang tembam.

Jenis-Jenis Body Shaming

Body shaming sering dikaitkan dengan ukuran tubuh. Tetapi, komentar negatif tentang setiap aspek pada tubuh seseorang dianggap sebagai body shaming. Terdapat beberapa jenis body shaming sebagaimana dikutip dari Verywellmind.com.

Jenis-jenis body shaming meliputi:

1. Berat badan

Alasan utama seseorang mengalami body shaming adalah karena berat badan mereka. Seseorang mungkin merasa malu karena bentuk tubuh mereka terlalu besar atau kurus. Perilaku mengejek orang karena mereka terlalu besar atau gendut dinamakan fat-shaming.

Berdasarkan penelitian dalam Canadian Medical Association Journal, orang yang mengalami fat-shaming dapat memicu perubahan fisiologis dan perilaku yang terkait dengan kesehatan metabolisme yang buruk dan peningkatan berat badan.

Korban fat-shaming mengalami stres yang membuat hormon kortisol naik sehingga kontrol tubuh menurun dan risiko makan berlebihan naik. Fat-shaming juga berpotensi menyebabkan depresi, kecemasan, harga diri rendah, gangguan makan, dan penghindaran olahraga.

Orang dengan badan kurus juga dapat mengalami body shaming yang dinamakan skinny shaming. Contoh komentar negatif yang mengandung skinny shaming adalah “Dia cungkring kayak papan” atau “Kurus banget. Nggak pernah dikasih makan ya?”

2. Rambut tubuh

Mengomentari rambut tubuh seseorang secara negatif merupakan bentuk body shaming. Rambut tumbuh di lengan, kaki, area pribadi, dan ketiak semua orang, kecuali mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu.

Standar kecantikan pada wanita membuat stigma bahwa wanita seharusnya tidak memiliki rambut di tangan dan kaki karena terlihat seperti pria. Padahal, memiliki rambut pada tubuh merupakan hal normal yang tidak sepantasnya diejek.

Wanita yang memiliki rambut berlebih pada tangan, kaki, dan wajah sering mengalami body shaming karena dianggap tidak normal. Hal ini sebenarnya berawal dari kebiasaan pada zaman dahulu.

Berdasarkan buku Encyclopedia of Body Adornment, pada zaman Mesir kuno, tubuh yang benar-benar mulus dan tidak berbulu dianggap sebagai standar kecantikan bagi wanita. Orang-orang Yunani dan Romawi menganggap kulit yang bebas rambut melambangkan tubuh yang awet muda.

Kebiasaan ini tumbuh dan berkembang di masyarakat sehingga menimbulkan stigma terhadap wanita yang memiliki rambut berlebih pada tubuhnya. Hal ini juga membuat bisnis waxing atau perontokan rambut diminati wanita.

Contohnya, selebriti Wulan Guritno membuka usaha waralaba Poetre Wax & Spa yang bergerak di bidang kecantikan, termasuk jasa menghilangkan rambut tubuh. Felicia Regina, pemilik Mirael Sugar Wax juga meraup keuntungan dari bisnis waxing.

Tidak ada yang salah dengan rambut pada tubuh. Mengutip Livescience.com, rambut tubuh memungkinkan manusia untuk mendeteksi parasit dengan lebih mudah. Rambut tubuh juga berfungsi dalam pengaturan suhu tubuh dan memfasilitasi penguapan keringat.

Menghilangkan rambut tubuh merupakan pilihan pribadi setiap orang. Namun, jangan mengejek atau mengomentari orang yang memiliki rambut pada badan mereka, karena komentar tersebut dapat membuat rasa percaya diri turun dan mempengaruhi kesehatan mental.

3. Model rambut

Body shaming juga dapat dilakukan dengan mengejek model rambut seseorang. Komentar seperti “Model rambutmu aneh banget. Udah kuno, nggak cocok sama zaman sekarang.” atau “Potong rambut, deh. Risih lihat kamu gondrong, nggak rapi.” merupakan contoh body shaming perihal model rambut.

Model rambut merupakan pilihan pribadi yang tidak seharusnya dicela. Tekstur rambut setiap orang juga berbeda, sehingga tak sepatutnya body shaming dilakukan. Orang Indonesia Timur mungkin memiliki rambut yang ikal karena genetik. Hal tersebut termasuk normal dan bukan objek candaan atau komentar negatif.

4. Warna kulit

Indonesia terdiri dari banyak ras dengan warna kulit berbeda-beda. Namun, standar kecantikan yang berkembang di masyarakat membuat warna kulit tertentu dianggap lebih baik dari yang lain.

Orang yang berkulit cerah dianggap sebagai standar yang ideal. Sedangkan mereka yang berkulit gelap sering mengalami body shaming dengan komentar seperti “Dekil banget, sih. Coba perawatan deh biar lebih kinclong.” atau “Gosong banget itu kulit. Kebanyakan main di luar ya?” dan sebagainya.

Perilaku mengolok-olok warna kulit orang lain merupakan perbuatan tercela. Warna kulit merupakan anugerah Tuhan. Tidak ada warna kulit yang lebih baik atau buruk. Stigma masyarakat terhadap orang berkulit gelap perlu dihilangkan karena berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri seseorang.

Kemunculan body shaming perihal warna kulit berakar dari kebiasaan pada zaman dahulu. Mengutip artikel Deborah Rodrigo-Caldeira dalam Social Science Research Network, kulit cerah di Asia Tenggara dianggap sebagai penanda status sosial dari keturunan bangsawan.

Secara historis, orang dengan kulit lebih gelap biasanya diasosiasikan dengan tenaga kerja di pertanian karena sering beraktivitas di bawah terik matahari dan berasal dari daerah miskin. Dampak kolonialisme oleh negara Eropa yang mayoritas memiliki kulit putih juga menimbulkan pandangan bahwa kulit putih berarti lebih baik.

Pandangan tersebut terus berkembang hingga saat ini. Terlihat banyak produk kecantikan yang ditargetkan untuk memutihkan kulit dengan berbagai klaim. Ini yang membuat banyak orang merasa tidak percaya diri terhadap warna kulit alami mereka.

5. Wajah

Bentuk wajah ideal sering dikaitkan dengan kulit putih dan mulus, hidung mancung, mata belok, dan tulang pipi tinggi. Perilaku body shaming pada wajah dapat terlihat dari perkataan “pesek”, “jerawatan”, “kusam”, “dekil”, dan sebagainya.

Standar wajah yang demikian berasal dari zaman kolonialisme di mana para penjajah Kaukasia memiliki wajah yang jauh berbeda dan dianggap lebih baik. Padahal, fitur wajah dipengaruhi oleh iklim dan genetik sehingga tidak bisa disamakan.

Penelitian yang dimuat dalam jurnal Public Library of Science (PLOS): Genetics memaparkan bahwa orang Kaukasia memiliki hidung mancung supaya bisa beradaptasi terhadap udara yang sangat dingin dan kering.

Keturunan Afrika Barat, Asia Selatan, dan Asia Timur memiliki hidung yang lebih besar daripada keturunan Eropa untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih panas dan lembab. Dengan demikian, tidak ada bentuk hidung yang lebih baik atau buruk. Semua hanyalah standar kecantikan yang sepele dan tidak masuk akal.

Kulit wajah juga sering menjadi objek body shaming. Memiliki kulit yang sehat dan bersih dari permasalahan merupakan hal yang baik dan patut disyukuri. Tetapi, mereka yang sedang berjuang untuk mengatasi masalah kulit bukan objek candaan dan komentar negatif.

Harga diri seseorang tidak ditentukan oleh kulit wajah mereka. Perilaku body shaming wajah menyebabkan banyak hal negatif dan seharusnya dihentikan. 

Dampak Body Shaming

Body shaming termasuk perbuatan yang buruk dan berdampak negatif bagi korbannya. Korban dapat merasa bahwa bentuk tubuh mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat sehingga berpengaruh pada kesehatan mental.

Mengutip Mentalhealth.org.uk, penelitian menemukan bahwa orang yang merasa tidak puas dengan bentuk tubuh mereka memiliki kualitas hidup yang lebih buruk, merasakan tekanan psikologis dan menunjukkan risiko perilaku makan yang tidak sehat dan gangguan makan.

Body shaming dapat menyebabkan masalah kesehatan mental termasuk gangguan makan, depresi, kecemasan, harga diri rendah, dan dismorfia tubuh, serta perasaan membenci tubuh secara umum.

Oleh sebab itu, body shaming harus dihentikan. Tubuh manusia diciptakan berbeda-beda. Kecantikan seharusnya tidak dipandang dari bentuk fisik, melainkan dari kepribadian seseorang. Mengutip Hamka, “Kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan ketinggian ilmu seseorang. Bukan terletak pada wajah dan pakaiannya.”

Editor: Intan

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...