Gagal di Inggris & Belanda dalam Hadapi Corona, Apa Itu Herd Immunity?

Sorta Tobing
31 Maret 2020, 20:20
apa itu herd immunity, negara yang menerapkan herd immunity, inggris, belanda, swedia, virus corona, virus korona, covid-19, pandemi corona
ANTARA FOTO/REUTERS/John Sibley/AWW/dj
Ilustrasi. Inggris dan Belanda gagal menerapkan herd immunity dalam menghadapi virus corona. Jumlah kasus yang terlalu banyak dapat mengguncang fasilitas kesehatan di dua negara itu.

Dilansir dari The Atlantic, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson ketika itu berpendapat pembatasan sosial hanya akan menimbulkan keresahan sosial, dan membuat orang tidak kooperatif dan tidak waspada.  

Lalu, Kepala Penasihat Ilmiah Inggris Sir Patrick Vallance meyakini diperlukan sekitar 60% populasi di negaranya atau 40 juta warga yang terinfeksi agar kekebalan komunitas bisa terwujud. “Sehingga lebih banyak orang kebal terhadap penyakit ini dan kami mengurangi penularannya,” kata Patrick, dikutip dari ABC Australia.

(Baca: Para Lansia Berusia Seabad yang Sembuh dari Corona)

Namun, pada 16 Maret lalu Boris menangguhkan kebijakan itu. Ia mulai mengajak masyarakat Inggris untuk secara sukarela menjaga jarak, caranya tetap di dalam rumah dan tidak lagi mengunjungi tempat umum. Sekolah dan tempat publik lalu resmi ditutup.

Pembatalan itu dipicu hasil analisis ahli imunologi dari Imperial College London. Analisis itu menungkapkan 30% dari pasien positif virus corona di Italia memerlukan perawatan intensif. Jika angka tersebut sampai terjadi di Inggris, maka fasilitas kesehatan negara itu akan terguncang.

Kegagalan herd immunity juga terjadi di Belanda. Perdana Menteri Mark Rutte pada 19 Maret 2020 mengatakan kekebalan kawanan adalah strategi pemerintahnya dalam mengontrol penyebaran virus tanpa pembatasan sosial. Strategi itu disetujui oleh mayoritas anggota parlemen.

Pada akhirnya eksperiman tersebut tidak berhasil. Melansir dari Whizz Flash, kegagalan terjadi karena pemerintah Belanda membiarkan anak muda keluar rumah. Kelompok umur ini memang jarang menunjukkan gejala Covid-19, yaitu demam, batuk, dan sesak napas. Tapi kenyatannya, mereka justru yang paling banyak terinfeksi di Belanda.

Kondisi itu diperparah dengan kontak anak-anak muda dengan kelompok rentan. Kasus infeksi bukan menurun, malah semakin banyak dan tidak dapat ditangani oleh sistem layanan kesehatan di sana.

(Baca: Pandemi Corona Masih Normal, Jokowi Belum Terapkan Darurat Sipil)

Dua negara telah membatalkannya, Swedia justru tengah memulai penerapan herd immunity. "Tujuan utama kami sekarang adalah untuk memperlambat penyebaran infeksi sebanyak mungkin, dan membangun semacam kekebalan dalam masyarakat," kata ketua ahli epidemologi Swedia, Ander Tegnell, dikutip dari ABC Australia.

Tegnell menyakini virus corona akan reda sekitar bulan Mei dan kembali mengancam pada musim gugur. “Penting mengetahui seberapa banyak populasi yang terinfeksi. Ini akan menentukan apa yang terjadi di musim gugur,” katanya.

Paul Franks, ahli epidemologi geneti dari Universitas Lund dalam The Conversation menulis, Swedia optimistis menerapkan kekebalan kawanan lantaran memandang virus corona memiliki risiko yang lebih ringan ketimbang flu Spanyol.

Pemerintah Swedia memperkirakan tingkat case fatality ratio (CFR) atau proporsi angka kematian terhadap kasus infeksi dalam wabah corona di negara tersebut hanya berkisar 0,5% hingga 1% lebih rendah dari flu Spanyol yang mencapai 3% pada tahun 1918 dan 1919 lalu.

Penulis: Nobertus Mario Baskoro (Magang)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...