Indonesia-Malaysia Saling Tuding soal Kabut Asap Kebakaran Hutan

Hari Widowati
12 September 2019, 15:29
kabut asap, Malaysia tuding Indonesia kirim kabut asap, kebakaran hutan, lahan gambut, karhutla, Singapura,
ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di Jalan Sudirman ketika kabut asap dampak karhutla menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (25/8/2019). Kegiatan hari bebas kendaraan bermotor di kawasan tersebut terpaksa ditiadakan karena kondisi kabut asap yang masih menyelimuti Pekanbaru.

BNPB menetapkan darurat bencana karhutla di enam provinsi, yakni di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan pada 4 September 2015. Indeks kualitas udara (Pollutant Standard Index) menyentuh rekor di angka 1801 pada 24 Oktober 2015 di Kalimantan Tengah. Angka tersebut jauh di atas batas polusi kategori berbahaya yang berada di angka 350.

Lebih dari 28 juta orang terdampak kabut asap. Sekitar 140 ribu orang dilaporkan mengalami gangguan pernapasan akibat kabut asap. Menurut riset Harvard Columbia-University pada 2016, kabut asap ini menyebabkan lebih dari 100 ribu kasus kematian di beberapa negara Asia Tenggara yang terdampak. Lebih dari 90 ribu kasus terjadi di Indonesia.

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebut krisis asap 2015 yang terjadi di Asia Tenggara merupakan yang terburuk sejak 1997. Data Bank Dunia 2016 menyebut lahan yang terbakar di Indonesia mencapai 2,6 juta ha. Sebagian besar berada di Sumatra dan Kalimantan.

Sekolah-sekolah di Malaysia dan Singapura pun terpaksa diliburkan akibat bencana ini. Penyelenggaraan 2015 FINA Swimming World Cup di Singapura dan Kuala Lumpur Marathon di Malaysia pun dibatalkan akibat kabut asap.

Sejak September 2014, Indonesia telah meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Indonesia menjadi negara ASEAN terakhir yang meratifikasi ketentuan tersebut. Berdasarkan kesepakatan itu, negara-negara ASEAN harus mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah kabut asap ini secara mandiri maupun melalui kerja sama internasional.

(Baca: Saat Kunjungan Jokowi, BMKG Bantah Asap Kebakaran Hutan Masuk Malaysia)

Indonesia mendapat kecaman keras dari para pemimpin negara tetangga akibat krisis asap ini. Pemerintah mengeluarkan dana sekitar Rp 300 triliun untuk menangani masalah tersebut. Presiden Joko Widodo meninjau langsung provinsi-provinsi yang ditetapkan darurat bencana asap.

Ia memperbarui moratorium izin konversi lahan hutan dan gambut. Pada 2018, pemerintah juga mengeluarkan moratorium perkebunan sawit. Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai cukup berhasil menurunkan kebakaran hutan dan lahan.

Seperti dilansir Reuters, para pengamat kehutanan menilai Presiden Jokowi harus mendukung kebijakan tersebut dengan upaya untuk menghutankan kembali wilayah yang terbakar.

Kini, Indonesia kembali menghadapi tantangan yang sama. Negara-negara tetangga kembali menuding karhutla di Indonesia menjadi penyebab kabut asap yang menyelimuti negaranya.

Kabut Asap Karhutla di Kuala Lumpur
Kabut Asap Karhutla di Kuala Lumpur (ANTARA FOTO/RAFIUDDIN ABDUL RAHMAN)

Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin menunjukkan data-data dari ASMC untuk membantah pernyataan Menteri Siti Nurbaya. Data tersebut menunjukkan ada 474 titik api di Kalimantan dan 387 titik di Sumatera pada Selasa (10/9). Sementara itu, di Malaysia hanya ada tujuh titik api.

Dubes Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Bakar mengatakan, Malaysia telah mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Indonesia. "Surat tersebut bukan surat protes tetapi niatan Malaysia untuk membantu mengatasi kabut asap," ujar Zainal, Rabu (11/9).

Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad juga membahas masalah kabut asap itu dalam rapat kabinet, Rabu lalu. Departemen Lingkungan Hidup Malaysia juga mengeluarkan larangan pembakaran sampah atau pembakaran apapun yang dilakukan di udara terbuka hingga musim kemarau berlalu.

(Baca: Kebakaran Hutan, Target Restorasi Gambut Naik 18 Ribu Hektare)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...