Kasus Baiq Nuril dan Pemberian Amnesti di Indonesia

Image title
Oleh Abdul Azis Said
12 Juli 2019, 09:16
Kasus Baiq Nuril, apa itu amnesti, amnesti untuk Baiq Nuril
ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE), Baiq Nuril Maknun menyeka air mata saat menjawab pertanyaan wartawan pada Forum Legislasi bertema "Baiq Nuril Ajukan Amnesti , DPR Setuju?" di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2019). Baiq Nuril berharap DPR dapat mempertimbangkan keadilan untuknya.

Keempat hak tersebut tertuang dalam pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang Undang Dasar 1945. Pemberian amnesti maupun grasi tidak bisa dilakukan atas keputusan presiden semata. Presiden harus meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) untuk memberikan grasi dan rehabilitasi. Sementara untuk pemberian amnesti dan abolisi, presiden harus meminta pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam kasus Baiq Nuril, nantinya Jokowi perlu mendengar masukan dari DPR sebelum memutuskan memberikan amnesti.

(Baca: Jokowi Persilakan Baiq Nuril Ajukan Amnesti Setelah MA Tolak PK)

Berbeda dengan amnesti, pemberian abolisi dalam UU Darurat Republik Indonesia No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisibertujuan untuk meniadakan penuntutan hukum pada orang yang terpidana. Sementara itu, grasi dan rehabilitasi masing-masing di atur dalam peraturan yang terpisah.

UU Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi menyebutkan, grasi diberikan presiden untuk memberi pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana yang telah diputuskan oleh pengadilan. Adapun rehabilitasi dijelaskan dalam pasal 1 angka 23 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Rehabilitasi merupakan hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang. Rehabilitasi juga bisa dikeluarkan jika terjadi kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam UU Hukum Acara Pidana.

(Baca: Baiq Nuril Mau Ajukan Amnesti, Kejaksaan Tak Buru-buru Eksekusi)

Skema Pemberian Amnesti di Indonesia

Baiq Nuril bukan orang pertama yang mengajukan amnesti. Pada 2016, pemerintah sepakat memberikan amnesti kepada mantan pimpinan kelompok bersenjata di Aceh Timur, yakni Nurdin Ismail alias Din Minimi dan kelompoknya.

Din Minimi terlibat dalam sejumlah tindak penyerangan kepada aparat TNI di wilayah Aceh. Namun, sejak 28 Desember 2015 ia menyerahkan diri setelah berdialog dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, sebagaimana dikutip dari Antara. Pemberian amnesti dan abolisi kepada Din Minimi dan 70 orang pengikutnya kelompoknya merupakan bagian dari pendekatan kultural pemerintah untuk meredam aksi dari kelompok pemberontak.  

Sejarah Indonesia juga mencatat amnesti pernah diberikan di masa pemerintahan Presiden RI ke-1 Soekarno. Pada 28 November 1959, Soekarno menerbitkan amnesti dan abolisi untuk orang-orang yang terlibat dalam pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 303 tahun 1959.

Di masa Orde Baru, Presiden RI ke-2 Soeharto juga pernah menerbitkan keputusan Presiden No. 63 tahun 1977, yang berisi pemberian amnesti umum dan abolisi kepada pengikut Gerakan Fretelin di Timor Timur. Soeharto menetapkan keputusan tersebut pada 6 Desember 1977.

Penulis : Abdul Azis Said (magang)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...