Kuasa Hukum Jokowi Buka Peluang Pidanakan Saksi Prabowo
Ketua Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, membuka peluang memidanakan saksi bernama Beti Kristina. Beti, yang dihadirkan Tim Kuasa Hukun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, sebelumnya mengaku menemukan tumpukan amplop formulir C1 di halaman Kantor Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Yusril menilai, pihaknya berpeluang memidanakan Beti karena keterangannya terkait temuan tumpukan amplop form C1 diduga palsu. “Ini serius ya masalah amplop ini, karena diduga palsu,” kata Yusril di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6).
Selain Beti, Yusril juga membuka peluang memidanakan saksi yang memalsukan identitasnya. Pasalnya, ada saksi yang mengaku tidak ada kaitannya dengan Prabowo-Sandiaga.
Namun setelah ditelusuri, yang bersangkutan ternyata bagian dari tim sukses pasangan calon nomor urut 02. “Itu harus kami perjuangkan juga (untuk dipidanakan),” kata Yusril.
(Baca: KPU Meragukan Keterangan Saksi Prabowo-Sandiaga)
Namun, Yusril menyebut rencana memidanakan para saksi dari Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga masih menunggu persetujuan dari Jokowi-Ma’ruf. Menurut Yusril, masalah ini akan segera dikonsultasikan ke mereka. “Ada kemungkinan selesai sidang ini, tergantung kepentingan dari pihak berperkara,” kata Yusril.
Anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Teuku Nasrullah mengaku tidak masalah dengan rencana pemidanaan para saksinya. Meski begitu, Nasrullah menilai hal itu membuktikan kekhawatiran pihaknya atas adanya potensi kriminalisasi saksi.
Nasrullah lantas menilai pemidanaan baru bisa dilakukan jika majelis hakim MK menyatakan bahwa para saksi benar memberikan keterangan palsu. “Penyidik tidak boleh menyidik secara begitu saja laporan itu. Kalau tidak ada penetapan hakim, enggak bisa disidik,” kata Nasrullah.
(Baca: KPU Sebut Amplop Form C1 Temuan Saksi Prabowo Tak Pernah Digunakan)
Sebelumnya, Komisioner KPU Hasyim Asyari meragukan kualitas keterangan Beti dalam memberi kesaksian. Pasalnya, Hasyim menilai keterangan Beti dalam persidangan sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) inkonsisten.
Hasyim mengatakan, inkonsistensi keterangan Beti terlihat dari penjelasannya terkait alamat tempat tinggal. Dalam persidangan, Beti mengaku tinggal di Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali.
Padahal, alamat tempat tinggal Beti yang tertera di KTP-nya bukanlah di wilayah tersebut. “Kami cek KTP-nya orang Semarang,” kata Hasyim di gedung MK, Jakarta, Kamis (20/6).
Selain itu, Hasyim menilai inkonsistensi terlihat dari keterangan Beti yang awalnya menyatakan tidak menggunakan kendaraan ketika pergi ke Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali. Beti mengaku saat itu tak membawa banyak tumpukan amplop formulir C1 yang ditemukannya.
(Baca: Saksi Ahli Nyatakan Situng Tetap Aman Meski KPU Kejatuhan Pesawat)
Namun saat dikonfirmasi kembali, Beti mengaku dirinya pergi ke Kecamatan Juwangi dengan menggunakan mobil. Dia pergi bersama ketiga orang lainnya bernama Hanafi, Soeparno, dan Susi. “Begitu keterangan yang agak terakhir kan ngomong. Datang ke sana bawa mobil,” kata Hasyim.
Hasyim pun bingung dengan tindakan Beti yang tiba-tiba mengeluarkan amplop formulir C1 untuk diserahkan ke majelis hakim MK. Padahal, Beti sebelumnya menyebut amplop yang ditemukannya telah diserahkan kepada Sekretariat Nasional (Seknas) Prabowo-Sandiaga di Boyolali.
Selain itu, Beti membawanya untuk diserahkan kepada Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga. “Ini penuh tanda tanya. Pertanyaannya itu amplopnya memang menemukan di sana atau bikin amplop sendiri,” kata Hasyim.
(Baca: Kuasa Hukum Prabowo Tarik 94 Kotak Barang Bukti Formulir C1 dari MK)