Charta Politika: Elektabilitas Jokowi & Prabowo Stagnan Selama 5 Bulan
Lembaga survei Charta Politika mencatat elektabilitas kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pilpres 2019 mengalami stagnasi dalam lima bulan terakhir. Elektabilitas Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam survei periode 1-9 Maret 2019 hasilnya tak jauh berbeda dengan perolehan suara keduanya pada Oktober 2019.
Pada Maret 2019, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf tercatat sebesar 53,6%. Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandiaga sebesar 35,4%. Adapun, responden yang tidak menyatakan pilihannya (undecided voters) sebesar 11%.
Jika dibandingkan pada Oktober 2018, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 53,2% atau hanya meningkat 0,4%. Perolehan suara Prabowo-Sandiaga lima bulan lalu sebesar 35,5% atau menurun 0,1%.
(Baca: Menang 56% di Yogyakarta Tahun 2014, Jokowi Bidik 70% di Pilpres 2019)
Sementara bila dibandingkan pada Januari 2019, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 53,2% atau naik 0,4%. Adapun elektabilitas Prabowo-Sandiaga dua bulan lalu sebesar 34,1% atau naik 1,3%.
"Stagnasi di antara kedua pasangan calon terjadi selama tiga kali survei," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya di kantornya, Jakarta, Senin (25/3).
Tingginya Tingkat Kemantapan Pemilih Jokowi dan Prabowo
Yunarto mengatakan, stagnasi terjadi dalam lima bulan terakhir karena tingkat kemantapan pemilih di antara kedua pasangan calon sudah sangat tinggi. Ini mengingat Pilpres 2019 hanyalah tanding ulang Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2014.
Saat ini, tingkat kemantapan dari pemilih Jokowi-Ma'ruf mencapai 82,8%. Pemilih pasangan calon nomor urut 01 yang masih bisa berubah pilihanya hanya 10,8%. Sebanyak 6,3% responden tidak menjawab.
(Baca: Adu Kuat Dukungan Pengusaha di Kubu Jokowi dan Prabowo Jelang Pilpres)
Tingkat kemantapan pemilih Prabowo-Sandiaga sebesar 80,6%. Pemilih pasangan calon nomor urut 02 yang masih bisa berubah pilihannya hanya 14,1%. Adapun, 5,2% responden tidak menjawab.
"Fanatismenya sudah sangat tinggi. Mau ada gelombang, tsunami politik apa pun, asal tidak heboh banget, susah (mengubah pilihan masyarakat)," kata Yunarto.
Selain itu, Yunarto menilai banyak orang sudah jenuh dengan Pilpres 2019 mengingat masa kampanye yang telah cukup lama sejak September 2018 lalu. Menurut Yunarto, kejenuhan tersebut sebenarnya menjadi persoalan bagi penantang, yakni Prabowo-Sandiaga. Sebab, penantang harus dapat mengakselerasi kerja-kerja politiknya hingga masa akhir kampanye.
Jika hal tersebut tak berjalan efektif, Yunarto menilai akan sulit bagi Prabowo-Sandiaga untuk bisa menyaingi elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebagai petahana. "Ini problem bagi penantang. Kalau untuk petahana yang dibutuhkan hanya menjaga ritme yang bertahan," kata Yunarto.
Untuk bisa meningkatkan elektabilitas di sisa masa kampanye, Yunarto menilai para pasangan calon harus mampu memaksimalkan dua debat terakhir pada 30 Maret dan 13 April 2019. Sebab, sebanyak 36,4% dari jumlah undecided voters menilai debat yang masih dapat mengubah pilihan mereka.
Sebanyak 10% dari undecided voters menilai hal yang bisa mengubah pilihannya adalah arahan dari tokoh agama. Sebanyak 9,2% undecided voters dapat berubah pilihan dengan bantuan sembako. Sedangkan 8,4% undecided voters menyebut dapat berubah pilihan melalui pemberian uang.
"Debat akan punya pengaruh walau terbatas," kata Yunarto. (Baca: Riset Nielsen: Rating Tertinggi Debat Pilpres saat Jokowi vs Prabowo)
Charta Politika mengadakan survei pada 22 Desember 2018 - 2 Januari 2019 dengan melibatkan 2.000 responden. Survei dilakukan melalui pemilihan responden secara acak atau multistage random sampling. Tingkat kesalahan alias margin of error dalam survei ini +/- 2,19 % dengan tingkat kepercayaan 95%. Kontrol kualitas dilakukan terhadap 20% sampel.