Sofyan Basir Disebut dalam Dakwaan Penyuap Proyek PLTU Riau-1

Dimas Jarot Bayu
4 Oktober 2018, 17:10
Direktur Utama PLN Sofyan Basir
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA
Direktur PLN Sofyan Basyir.

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Sofyan Basir  kerap disebut dalam surat dakwaan kasus dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang  atau PLTU Riau-1. Kasus dugaan suap ini menyeret pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai terdakwa.

Sofyan disebut kerap bertemu dengan Johannes dan eks anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, tersangka PLTU MT Riau-1.

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Ronald Worotikan mengatakan, keterlibatan Sofyan bermula ketika dirinya bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso diajak Eni menemui eks Ketua Umum Golkar Setya Novanto pada 2016.

(Baca juga: Kasus PLTU Riau-1, Johannes Kotjo Didakwa Suap Eni Saragih Rp 4,7 M)

Dalam pertemuan tersebut, Novanto sempat meminta proyek PLTGU Jawa III kepada Sofyan. Hanya saja, Sofyan menjawab jika proyek tersebut telah memiliki kandidat. Ada pun, proyek yang belum memiliki kandidat yakni PLTU MT Riau-1.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Eni kemudian memperkenalkan Johannes kepada Sofyan pada awal 2017. Eni mengatakan kepada Sofyan bahwa Johannes merupakan pengusaha tambang yang tertarik menjadi investor dalam proyek PLTU MT Riau-1.

"Selanjutnya Sofyan Basir meminta agar penawaran diserahkan dan dikoordinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso," kata Ronald di Pengadilan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/10).

(Baca: Idrus Marham Diduga Sepakat Terima Rp 21,8 Miliar di Proyek PLTU Riau)

Sekitar bulan Juli 2017, Johannes dan Eni kembali menemui Sofyan di ruang kerjanya yang juga dihadiri Iwan. Ronald mengatakan, Iwan diperintahkan oleh Sofyan dalam pertemuan tersebut untuk menjelaskan mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres Nomor 4 Tahun 2016.

Pertemuan tersebut dilanjutkan ketika Johannes, Eni dan Sofyan bersua di Lounge BRI. Sofyan kemudian menyampaikan bahwa Johannes akan mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1 dengan skema penunjukkan langsung, namun PT PJB harus memiliki saham konsorsium minimal 51%.

Pada September 2017, Johannes yang difasilitasi Eni kembali menemui Sofyan dan Iwan di Restoran Arkadia Plaza Senayan, Jakarta. Dalam pertemuan tersebut, Eni meminta Sofyan membantu Johannes untuk mendapatkan proyek PLTU MT Riau-1.

Sofyan, lanjut Ronald, kemudian memerintahkan Iwan mengawasi proses kontrak proyek PLTU MT Riau-1. Pada 14 September 2017 lantas dilakukan penandatanganan kontrak induk (heads of agreement) pembentukan konsorsium dalam PLTU MT Riau-1.

Ada pun, komposisi saham dalam konsorsium tersebut, yakni PT PJBI 51%, China Huadian Engineering Company (CHEC) Ltd 37%, Blackgold 12%, dan pihak penyedia batubara adalah PT Samantaka Batubara.

(Baca: Eni Saragih Siap Ungkap Dugaan Peran Pejabat di Kasus PLTU Riau-1)

Dalam pertemuan tersebut juga ditandatangani perjanjian konsorsium yang menyatakan bahwa PT PJBI, CHEC, dan Blackgold. Perjanjian itu menyepakati terkait pengajuan proposal kepada PLN guna mengembangkan, mengoperasikan, dan memelihara proyek PLTU MT Riau-1.

Pada pertemuan 25 September 2017 di Kantor Perwakilan PT PJB dibuat kesepakatan bahwa komposisi kepemilikan saham konsorsium, yakni PJBI sebesar 51% dengan setoran tunai modal hanya sebesar 10%, CHEC sebesar 37% dengan setoran tunai modal sebesar 37% ditambah 41% kewajiban PT PJBI sehingga menjadi 78%. Kemudian, komposisi saham Blackgold sebesar 12% dengan setoran tunai modal sebesar 12%.

Pada 6 Oktober 2017, PLN kemudian menerbitkan Letter of Intent (LoI) yang ditujukan kepada konsorsium PJBI, CHEC, dan Blackgold yang ditandatangi oleh Iwan dan disetujui oleh Dwi Hartono selaku perwakilan konsorsium. LoI itu berisikan masa kontrak 25 tahun dengan tarif dasar US$ 5,4916 per KwH dan segera membentuk perusahaan proyek yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan power purchased agreement (PPA).

Pada tanggal yang sama pula di Kantor Pusat PLN, Jakarta dilakukan penandatanganan PPA proyek PLTU MT Riau-1. Namun, PPA tersebut baru ditandatangani oleh PT PJBI dan Blackgold. Sementara, perwakilan dari CHEC belum bersedia menandatangani PPA tersebut.

Johannes dan Eni lantas kembali melakukan pertemuan dengan Sofyan dan Iwan pada November 2017 di Hotel Fairmont Jakarta pada November 2017. Dalam kesempatan itu, Johannes keberatan dengan persyaratan PPA karena masa pengendalian joint venture agreement (JVC) oleh CHEC dan Blackgold yang hanya 15 tahun setelah commercial operation date (COD).

Johannes meminta agar masa pengendalian selama 20 tahun setelah COD karena CHEC merupakan penyedia dana mayoritas. "Dikarenakan adanya keberatan terdakwa tersebut sehingga belum dihasilkan kesepakatan," kata Ronald.

Pertemuan mereka kembali dilakukan di kediaman Sofyan pada 31 Mei 2018. Dalam pertemuan tersebut, Sofyan menanyakan terkait PPA yang belum juga selesai kepada Iwan.

Iwan lantas menyatakan bahwa Johannes dan CHEC belum sepakat untuk memenuhi persyaratan dan tetap ingin jangka waktu pengendalian JVC menjadi 20 tahun setelah COD. Eni dalam kesempatan tersebut meminta Sofyan agar proses kesepakatan bisa segera dilakukan.

Sofyan syahdan menyampaikan jika CHEC tidak bisa memenuhi persyaratan, maka Johannes harus mencari perusahaan lainnya. "Namun terdakwa menyampaikan akan mengusahakan CHEC menyetujui persyaratan waktu pengendalian JVC selama 15 tahun setelah COD," kata Ronald.

Setelah itu, Eni pada 5 Juni 2018 menghubungi Johannes bahwa dirinya sedang mengupayakan agar amanedemen perjanjian konsorsium segera ditandatangani oleh Sofyan dan Iwan. Keesokan harinya, Johannes, Eni, Sofyan, dan Iwan kembali bertemu.

Sofyan dalam pertemuan tersebut sepakat akan mendorong PLN dan PJBI menandatangani amandemen perjanjian konsorsium. Ini dengan catatan CHEC sepakat waktu pengendalian JVC selama 15 tahun setelah COD.

Pertemuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan adanya penandatanganan amandemen perjanjian konsorsium oleh PJBI, CHEC, dan Blackgold di Kantor Pusat PLN pada 7 Juni 2018. Kemudian, Eni pada 3 Juli 2018 bertemu dengan Sofyan di House of Yuen Dining and Restaurant Fairmont Hotel.

Dalam kesempatan itu Eni menyampaikan kepada Sofyan bahwa Johannes sudah berkoordinasi dengan CHEC. CHEC pun sudah mau memenuhi persayaratan PPA.

Pertemuan antarmereka kemudian tak dilanjutkan lantaran Eni dan Johannes terciduk dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 10 Juli 2018. Ada pun, Johannes dalam perkara ini telah didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...