Produsen Biodiesel Klaim Penyaluran FAME dalam Mandatori B20 Sudah 98%
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) menyatakan produksi biodiesel dengan campuran Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dalam program mandatori B20 berjalan lancar. Pengusaha biodiesel bahkan mengklaim realisasi penyaluran mencapai 98% selama dua pekan berjalan, tak seperti yang sempat dikeluhkan pengguna biodiesel sebelumnya.
Meski demikian, Ketua Umum Aprobi Master Parulian Tumanggor menyatakan masih ada hambatan terkait pengapalan dan distribusi FAME atau solar. “Kendala itu wajar karena dimulainya baru 1 September 2018,” kata Tumanggor kepada Katadata, Rabu (19/9).
Kendala penyaluran akan coba diselesaikan setelah prosesnya berjalan pada bulan Oktober. “Akhir bulan ini akan berjalan sepenuhnya,” ujarnya.
(Baca : Kebijakan B20 Tak Mulus, Pemerintah Hitung Ulang Penghematan Devisa)
Dia juga menegaskan seluruh produsen dan pengguna telah menandatangi kontrak yang berisi perjanjian jual beli antara 19 perusahaan bahan bakar nabati dengan 11 perusahaan bahan bakar minyak.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan mandatori B20 bisa diimplementasikan secara penuh per akhir September 2018. Saat ini memang program itu masih mengalami kendala seperti sistem pengangkutan kapal dan distribusi yang masih terbatas.
Direktur Jendral Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto pernah mengatakan implementasi program B20 sejak diluncurkan awal September 2018, telah mencapai 80%. “Setiap minggu akan kami pantau," kata Djoko.
(Baca: Dua Pekan Diluncurkan, Realisasi Penggunaan B20 Telah Mencapai 80%)
Sebagai contoh, PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang masih membutuhkan pengiriman FAME karena baru memulai proses pengangkutan pada 19 September 2018. Adapun kapal yang menyuplai FAME ke KPC memiliki jadwal keberangkatan sebulan sekali, sehingga persentase penyaluran B20 masih belum bisa optimal.
Penerapan B20 yang tak sepenuhnya berjalan mulus juga membuat pemerintah berhitung ulang terkait potensi penghematan devisa hingga akhir tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan salah satu kendala yang ada di lapangan adalah minimnya minyak sawit (Fatty Acid Methyl Ester/FAME) yang akan digunakan sebagai campuran Solar. "Kami belum selesai, rekonsilisasi dulu," kata dia di Jakarta, Selasa (18/9).
Awalnya, pemerintah menargetkan penghematan dari kebijakan B20 sebesar US$ 2,3 miliar hingga akhir tahun. Penghematan ini didapat dari berkurangnya impor BBM Solar.
Namun, menurut Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan angka itu bukan untuk tahun ini. Angka US$ 2,3 miliar adalah target setahun penuh. “Tidak setahun ini, kan September, Oktober, November, Desember," ujar dia.
Arcandra belum mau menyebut penghematan yang akan dicapai. Itu masih menunggu rekonsiliasi data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.