Jokowi Akhirnya Teken Peraturan Pemerintah tentang Pajak Gross Split
Presiden Joko Widodo akhirnya menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Perpajakan Gross Split. Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Susyanto menyatakan Presiden Jokowi meneken PP Nomor 53 Tahun 2017 tentang gross split pada Rabu, 27 Desember 2017.
"Sudah, PP Nomor 53/2017 tanggal 27 Desember 2017 tentang perlakuan perpajakan pada kegiatan usaha Hulu Migas dan Kontrak Bagi Hasil Gross Split," kata dia kepada Katadata, Kamis (28/12).
Susyanto menyatakan setelah diteken Jokowi, aturan tersebut menunggu proses diundangkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Setelah proses diundangkan selesai, aturan tersebut akan mulai berlaku. "Rencana hari ini kelar," kata dia.
(Baca: Potensi Masalah Skema Kontrak Bagi Hasil Gross Split)
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Tunggal juga memberikan konfirmasi atas informasi yang sama. "Info kemarin dari WhatsApp Pak Menteri dan Pak Wakil Menteri betul PP pajak gross split sudah diteken Pak Presiden,"ujar dia.
Perjalanan aturan perpajakan Gross Split cukup memakan waktu. Sebelumnya, aturan pajak gross split digodok sejak terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 52 Tahun 2017 tentang kontrak gross split pada Agustus 2017 lalu. Aturan itu merupakan revisi dari aturan lama yakni Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017.
Sejak revisi aturan skema gross split terbit, investor pun membutuhkan payung hukum baru berupa skema perpajakan kontrak gross split. Tujuannya untuk memudahkan investor menghitung keekonomian proyek migas.
Namun aturan tersebut tak dapat segera difinalisasi karena terdapat dua poin yang masih belum disepakati antara Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM. (Baca: Aturan Pajak Gross Split Dinilai Tak Akan Istimewa Bagi Investor)
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar pernah mengatakan dua poin tersebut, yakni pertama, mengenai tax lost carry forward atau kompensasi kerugian pajak. Kementerian ESDM meminta agar kompensasi untuk kontraktor migas tidak mengikuti perpajakan umum. Jika mengacu pasal 6 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, kompensasi kerugian pajak maksimal hanya lima tahun. Kedua, mengenai jenis pajak tidak langsung untuk kegiatan eksploitasi.
Pada akhir Oktober lalu, Kementerian ESDM dan Kementerian keuangan akhirnya sepakat mengenai dua poin yang mengganjal itu. Hasilnya kedua kementerian sepakat mengenai tax lost carry forward atau kompensasi kerugian pajak berlaku 10 tahun alias tidak mengikuti aturan perpajakan umum.
(Baca: Pemerintah Beri Dua Insentif Pajak Baru untuk Skema Gross Split)
Selain itu mengenai pajak tidak langsung pada kegiatan eksploitasi, dalam hal ini pemerintah memberikan insentif kepada kontraktor dengan mengganti pajak yang dibayar kontraktor menjadi porsi bagi hasil untuk blok yang eksploitasi. Jadi, pemerintah akan mengganti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah dibayar kontraktor dengan penambahan bagi hasil (split). Penambahan split ini akan setara dengan pajak yang sudah dikeluarkan kontraktor.
Aturan ini penting bagi investor untuk menghitung keekonomian blok migas yang menggunakan skema gross split. Apalagi saat ini Kementerian ESDM melelang blok migas dengan skema baru pengganti kontrak bagi hasil menggunakan cost recovery (penggantian biaya operasional) itu.