Mangkir Pemeriksaan, Setnov Kembali Minta KPK Izin ke Presiden

Dimas Jarot Bayu
13 November 2017, 11:30
Setya Novanto
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11).

Ketua DPR RI Setya Novanto kembali mangkir dari pemeriksaan yang dijadwalkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (13/11). Setya Novanto kembali beralasan pemeriksaan terhadapnya harus berdasarkan izin Presiden RI Joko Widodo.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya pagi ini telah mendapatkan surat pemberitahuan dari Novanto perihal ketidakhadirannya. Rencananya Setya Novanto akan dimintai keterangan sebagai saksi untuk Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

"Pagi ini KPK menerima surat terkait dengan ketidakhadiran Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS," kata Febri ketika dikonfirmasi, Senin (13/11). (Baca: Jadi Tersangka, Setya Novanto Kembali 'Serang Balik' Pejabat KPK)

Alasan permintaan izin dari Presiden Jokowi pernah digunakan Setya Novanto ketika mangkir dalam jadwal pemeriksaan pada Senin (6/11). Ketika itu, KPK menerima surat dari Sekretaris Jenderal DPR RI yang menyatakan bahwa Novanto tak dapat memenuhi panggilan KPK. "Alasan yang digunakan adalah terkait izin presiden," kata Febri.

Setya Novanto yang meminta izin dari Presiden Jokowi sebelumnya mendapat tanggapan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla mengatakan KPK tidak membutuhkan izin Jokowi dan berharap Setnov menaati proses hukum yang dihadapinya. 

KPK menjadwalkan pemeriksaan hari ini karena masih membutuhkan keterangan Novanto untuk melengkapi berkas perkara Anang. Anang merupakan tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

(Baca: KPK Resmi Umumkan Setnov Kembali Jadi Tersangka Korupsi e-KTP)

Anang diduga melakukan korupsi e-KTP bersama Setya Novanto, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, eks Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman, dan eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemendagri Sugiharto. Anang diduga berperan dalam penyerahan uang kepada Novanto dan sejumlah anggota DPR lainnya melalui Andi Narogong.

Sugiharto pernah menyatakan bahwa Anang menyiapkan uang sejumlah US$ 500 ribu dan Rp 1 miliar yang diserahkan kepada Miryam S Haryani. Anang juga diduga membantu penyediaan uang tambahan untuk bantuan hukum Ditjen Dukcapil sebesar Rp 2 miliar dan kebutuhan lainnya terkait proses proyek e-KTP.

Adapun Novanto telah resmi diumumkan kembali sebagai tersangka pada Jumat (10/11). Novanto kembali dijerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis Elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

(Baca: Pimpinan Disidik Polisi, KPK: Surat Pencegahan Setnov Sah Secara Hukum)

Sebelumnya Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus e-KTP pada 17 Juli 2017. Namun, status tersangka gugur dengan dikabulkannya gugatan Novanto oleh Hakim Tunggal Praperadilan Cepi Iskandar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, penetapan tersangka Novanto telah didasari bukti permulaan yang cukup. KPK juga telah mempelajari secara seksama putusan praperadilan serta aturan hukum terkait lainnya sebelum menetapkan Novanto sebagai tersangka.

Setelah proses penyelidikan dan dilakukan gelar perkara, KPK pun menerbitkan Sprindik terhadap Novanto. KPK menerbitkan Sprindik terhadap Novanto pada tanggal 31 oktober 2017.

Novanto diduga bersama-sama melakukan korupsi dengan Anang, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Novanto pun diduga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

(Baca: Setnov Mangkir dari Pemeriksaan, DPR Minta KPK Izin Jokowi)

Dia diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri.

Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...