Luhut Utamakan Dirut Baru Pertamina yang Punya Kompetensi
Kementerian BUMN memiliki waktu 30 hari untuk memilih dan mengangkat Direktur Utama PT Pertamina (Persero) definitif. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan punya pandangan tehadap calon nakhoda baru perusahaan minyak dan gas bumi milik negara tersebut.
Ia tidak mempersoalkan latar belakang calon pemimpin baru Pertamina, baik yang berasal dari internal maupun dari luar perusahaan. Begitu pula dengan pengalaman para calon di bidang migas. Namun, Luhut mengutamakan syarat kompetensi dalam pemilihan Direktur Utama Pertamina.
Dengan begitu, pemimpin baru tersebut dapat membuat Pertamina lebih efisien dan produktif di tengah persaingan global. "Yang paling utama kompetensinya yang ada," kata Luhut di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2). Namun, dia mengaku belum mengantongi nama calon Direktur Utama Pertamina.
(Baca: Di Balik Pencopotan dan Alotnya Pemilihan Bos Baru Pertamina)
Di tempat terpisah, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar enggan berkomentar mengenai suksesi di tubuh Pertamina saat ini. "Itu sudah dijelaskan sama Pak Komut (Komisaris Utama Pertamina Tanri Abeng)," katanya.
Ia juga menyerahkan sepenuhnya keputusan pergantian direksi Pertamina kepada Menteri BUMN Rini Soemarno. "Kementerian ESDM kan pembina, semuanya oleh Menteri BUMN. Gitu kan, yang berhak mengganti Kementerian BUMN," kata Arcandra.
Seperti diketahui, Menteri BUMN mencopot Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang pada Jumat pekan lalu. Selanjutnya, Rini menunjuk Direktur Gas dan Energi Baru Terbarukan (EBT) Pertamina Yenni Andayani sebagai Pelaksana tugas (Plt) Dirut Pertamina. Sedangkan posisi wakil dirut dikosongkan.
(Baca: Sudirman Said Soroti Kepentingan di Balik Pencopotan Dirut Pertamina)
Rini mengakui pencopotan nakhoda Pertamina itu merupakan keputusan mendadak karena memperoleh hasil evaluasi dari Dewan Komisaris mengenai ketidakharmonisan di antara dua direktur tersebut. "Mereka (komisaris) memberikan usulan bahwa masalah kepemimpinan ini sudah awkward (kebablasan) dan bisa mengganggu kestabilan Pertamina," kata Rini saat konferensi pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (3/2).
Namun, Rini membantah ketidakharmonisan hubungan direksi Pertamina karena ada penambahan posisi wakil direktur utama. Penambahan direksi ini merupakan hasil analisa dari Dewan Komisaris, karena melihat tanggung jawab sangat besar jika hanya dibebankan satu pimpinan.
Pertamina tengah mengerjakan banyak proyek besar, seperti kebijakan Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga, hingga proyek kilang baru dan revitalisasi kilang. "Kalau saya melihat, maaf ya Pak Dwi (dan) Pak Bambang, masalahnya personality."
(Baca: Copot Dirut dan Wakil Dirut Pertamina, Rini: Masalah Kepribadian)
Sementara itu, sumber Katadata mengungkapkan, sempat terjadi tarik-menarik antarkubu dalam memutuskan nakhoda baru Pertamina. Tarik-menarik itu dikabarkan melibatkan Luhut, yang menyorongkan nama Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi untuk mengisi jabatan Direktur Utama Pertamina. Usulan tersebut turut didukung oleh Arcandra.
Namun, usulan itu dimentahkan oleh Rini. "Apalagi Rachmad juga dianggap sebagai kubu Dwi Soetjipto," kata sumber tersebut. Kabarnya, Presiden Joko Widodo juga tidak klop dengan calon nakhoda baru Pertamina itu. Lantaran tidak mencapai titik temu, pemerintah menunjuk Yenni sebagai Plt Direktur Utama Pertamina hingga menemukan kandidat yang pas untuk menempati posisi tersebut.