Harga Tembus US$ 50, Minyak Konvensional Hadapi Risiko
Meningkatnya harga minyak dunia berdampak negatif bagi pengembangan migas konvensional. Lembaga konsultan migas internasional Wood Mackenzie menyatakan mayoritas proyek minyak konvensional akan dihadang risiko pembatalan atau penundaan jika harga tetap US$ 50 per barel.
“Untuk proyek minyak konvensional, proyek laut dalam di wilayah barat Afrika sangat riskan,” kata Kepala Analis Wood Mackenzie, Simon Flowers, seperti dilansir Reuters, Rabu (13/7). Meski demikian, sejumlah proyek di Angola dan Nigeria tidak masuk dalam analisa lembaga ini.
Pengeluaran industri hulu minyak global serta kegiatan eksplorasinya telah turun lebih dari US$ 1 triliun. Ini terjadi sejak harga minyak anjlok pada pertengahan 2014. Kebijakan Pengurangan biaya ini ditempuh perusahaan migas untuk menghemat pengeluaran. (Baca: Beda dengan Harga Minyak Dunia, ICP Juni Turun Jadi US$ 44,5)
Perusahaan minyak milik negara di Angola, yaitu Sonangol, menunda semua pembahasan mengenai penjualan asetnya. Sedangkan pemerintah Nigeria memperingatkan penggunaan dana yang disisihkan dalam proyek minyak untuk mengisi kekosongan anggaran.
Meski demikian, penelitian Wood Mackenzie menunjukkan pemangkasan pengeluaran yang agresif telah mendorong peningkatan persentase kelayakan proyek yang biaya produksinya di bawah US$ 60 per barel. Persentasinya naik dari 50 persen tahun lalu, menjadi 70 persen.
Pemangkasan biaya hingga 15 persen di industri minyak global, termasuk untuk biaya pengeboran rig dan pekerja, telah meningkatkan nilai keekonomian proyek migas. Khususnya di pasar minyak Amerika Serikat yang cukup ketat.
Wood Mackenzie, juga telah menerbitkan penelitian rutin di sektor minyak dan gas bumi. Dalam laporannya, menyatakan dengan harga minyak US$ 50 per barel, proyek lepas pantai laut dalam di Afrika barat serta negara-negara non-OPEC lainnya tidak akan menguntungkan.
Saat ini ada potensi pasokan minyak segar dunia, yang tercatat mencapai 9 juta barel per hari. Pasokan ini masih mahal, di atas harga minyak sekarang, yakni sebesar US$ 60 per barel. (Baca: Produksi Turun, Harga Minyak Indonesia Melonjak 20 Persen)
“Akan ada lebih banyak final investment decision (FID) pada akhir tahun ini hingga awal 2017,” ujar Flowers. Targetnya adalah pasar dan proyek lapangan minyak nonkonvensional di Amerika Serikat, mengingat harga minyak yang mulai turun.
Harga minyak dunia telah mengalami penurunan lebih dari 3 persen pada Rabu kemarin. Harga minyak melemah pekan lalu setelah pemerintah Amerika Serikat melaporkan penurunan pasokan minyak mentah dan bahan bakar minyak. (Baca: Mendapat Tekanan, Target Harga Minyak dan Lifting 2017 Turun)
CNBC hari ini memberitakan pasokan minyak mentah negara tersebut sudah turun 2,5 juta barel. Penurunan ini terjadi hanya dalam waktu sepekan hingga 8 Juli lalu. Hal ini berdasarkan pernyataan Departemen Energi Amerika Serikat (EIA).