Jokowi Berpeluang Reshuffle Kabinet Sebelum Lebaran
Rencana perombakan (reshuffle) Kabinet Kerja kembali mencuat. Presiden Joko Widodo berpeluang mengganti sejumlah menterinya dalam dua pekan ke depan atau sebelum Hari Raya Idul Fitri. Keputusan tersebut kabarnya dilatari oleh berbagai faktor dan pertimbangan.
Sumber Katadata di lingkungan pemerintahan mengungkapkan, waktu perombakan kabinet kali ini berkaitan dengan pengumuman calon Kapolri baru pengganti Jenderal Badrodin Haiti. Sebab, PDI Perjuangan lebih menjagokan Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan untuk mengisi posisi tersebut.
Namun, nyatanya Presiden telah mengajukan nama Komjen Tito Karnavian kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai calon tunggal Kapolri baru, Rabu (15/6) kemarin. Keputusan itu tentu berpotensi menimbulkan dampak politis antara Presiden dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
“Ada hubungan reshuffle kabinet dengan Kapolri dan TU (Jalan Teuku Umar, kediaman Megawati),” kata sumber tersebut kepada Katadata. Sebelumnya, memang sempat beredar kabar Budi ditawari kursi menteri lantaran Presiden lebih memilih calon lain sebagai Kapolri baru. Saat pembentukan Kabinet Kerja Oktober 2014 lalu, nama Budi juga sempat disebut-sebut sebagai salah satu kandidat menteri.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menolak mengenai kabar reshuffle kabinet yang akan dilakukan dalam waktu dekat ini. “Kok kamu malah tanya ke saya,” katanya kepada Katadata, Selasa (14/6) lalu. Sedangkan Juru Bicara Presiden, Johan Budi S.P., menyatakan sampai hari ini belum ada keputusan Presiden soal reshuffle kabinet.
“Pembicaraan (soal reshuffle) juga saya belum pernah mendengar lagi,” kata Johan di kompleks Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6).
(Baca: Jokowi Resmikan 12 Infrastruktur Listrik di Banten)
Sementara itu, sumber Katadata yang lain menyatakan, rencana perombakan kabinet juga dilatari oleh ketidakpuasan Presiden terhadap kinerja sejumlah menteri dalam menangani berbagai persoalan belakangan ini. Hal itu terlihat dari langkah Presiden yang langsung mengecek dan meresmikan pembangunan pembangit listrik di beberapa daerah sepanjang pekan lalu. Sebab, pembangunan megaproyek listrik 35 gigawatt (GW) dinilai berjalan sangat lambat.
Sorotan juga tertuju pada paket kebijakan ekonomi. Meski telah merilis 12 paket kebijakan sejak September tahun lalu, hasilnya ternyata belum efektif dan masih tidak bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi. Ditambah pula oleh kondisi seretnya penerimaan negara, khususnya dari pajak, hingga pertengahan tahun ini.
Di luar faktor Kapolri dan kinerja menteri, masih ada faktor politik yang melatari perombakan kabinet. Yaitu mengakomodasi bergabungnya Partai Golkar, yang menyusul Partai Amanat Nasional (PAN), ke dalam koalisi partai pemerintah. “Jumlah menteri (yang kena reshuffle) bisa makin banyak,” kata sumber tersebut.
(Baca: Pos Baru untuk Pramono dan Rini di Kabinet Pasca Reshuffle)
Sebelumnya, pada April lalu, Jokowi dikabarkan sudah berencana merombak kabinetnya. Pos-pos menteri yang terkena reshuffle antara lain Menko Maritim Rizal Ramli, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi, Menteri Desa dan PDT Marwan Jafar dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Tapi, rencana itu batal karena Jokowi dan Megawati belum sepakat mengenai pos baru untuk Rini.
(Baca: Reshuffle Tertunda, Jokowi-Mega Belum Sepakat Nasib Rini)
Kepala Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Agus Nugroho memberikan catatan terhadap kinerja beberapa menteri di bidang ekonomi. Ia melihat, Menteri Koperasi dan UKM A.A. Gede Ngurah Puspayoga tidak punya gebrakan mendorong pengembangan koperasi dan UKM. Padahal, dua badan dan sektor ini bisa membangkitkan kelesuan ekonomi saat ini.
Selain itu, Eko menyoroti kinerja Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong dalam menjaga pasokan bahan pangan dan stabilitas harganya di pasar. “Tidak ada langkah kongkrit, padahal sudah dicandangkan swasembada bahan pokok sejak SBY (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono),” ujarnya.
(Baca: Stok Pangan Melimpah, Tapi Harganya Naik)
Pada kesempatan terpisah, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menyoroti neraca dagang Indoneia saat ini yang mampu mencetak surplus namun aktivitas ekspor dan impor terus menurun. “Itu benar-benar warning yang kritis. Manufaktur drop, Menteri Perindustrian diam saja,” katanya. Ia juga memberikan nilai minus kepada Menteri Pertanian lantaran lonjakan harga pangan belakangan ini.
“Tidak perform dua menteri itu.”
Jadi, secara umum, menurut dia perombakan kabinet perlu dilakukan pada pos-pos yang terkait dengan mendorong produktivitas nasional. Yaitu pertanian, perindustrian, dan perdagangan. “Menteri Keuangan juga, shortfall (kekurangan pajak) ratusan triliun, itu gagal perencanaan namanya, bukan missed (meleset),” kata Enny.