Bisa Raup Rp 1.320 T, IPO Saudi Aramco yang Terbesar di Dunia

Maria Yuniar Ardhiati
26 April 2016, 19:28
Saudi Aramco
Katadata

Penjualan sebagian saham Saudi Aramco ini merupakan bagian dari rencana induk pemerintahan Arab Saudi untuk melepaskan diri dari ketergantungan minyak bagi pendapatan negara tersebut. Di tengah tren rendahnya harga minyak dunia belakangan ini, pemerintah Arab Saudi mencanangkan target bebas dari ketergantungan minyak pada 2020 mendatang. Salman menyebut, ketergantungan terhadap minyak telah menghambat pengembangan perekonomian negara di kawasan Timur Tengah itu sejak beberapa tahun terakhir.

Untuk itu, pemerintah Arab Saudi telah menerbitkan cetak biru perekonomian negaranya berjudul Saudi Vision 2030. Cetak biru setebal 84 halaman ini mencakup peraturan, anggaran dan perubahan kebijakan yang akan diterapkan dalam 15 tahun ke depan. Melalui siaran persnya, pemerintah Arab Saudi mengatakan ingin membangun masa depan perekonomian yang makmur dan berkelanjutan.

Pemerintah Arab Saudi juga menyebut rencana privatisasi Saudi Aramco demi menghimpun dana mandiri bagi perekonomiannya. Sebab, sebagai pengekspor minyak terbesar di dunia, pemasukan utama negara ini sangat bertumpu pada penjualan minyak ke luar negeri. Namun, harga minyak mentah yang terus merosot hingga sempat di bawah US$ 30 per barel menyebabkan Arab Saudi mengalami defisit anggaran sebesar US$ 98 miliar pada tahun lalu.

Para pejabat kerajaan juga tengah melakukan diversifikasi sumber penerimaan negara. Salman menyatakan, perolehan dana IPO Saudi Aramco akan digunakan untuk membiayai sektor-sektor usaha nonmigas.

(Baca: Konglomerasi Arab Saudi Lirik Investasi Properti di Indonesia)

Pada Senin (25/4) lalu, McKinsey memprediksi cetak biru rencana tersebut akan mampu membangkitkan kembali perekonomian Arab Saudi. Pertumbuhan ekonomi diperkirakanbakl naik dari pencapaian tahun lalu yang sebesar 3,4 persen. Selain itu, bakal membuka enam juta lapangan pekerjaan pada 2030, yang berfokus pada delapan sektor nonminyak, termasuk manufaktur, pertambangan, pariwisata, kesehatan dan keuangan. Investasi asing juga diharapkan naik dari 3,8 persen menjadi 5,7 persen terhadap nilai produk domestik bruto (PDB) pada 2030.

Namun, Direktur Riset Ekonomi Gulf Research Centre, John Sfakianakis meragukan keberhasilan rencana tersebut. “Memasang target memang penting. Namun ini terlalu sulit,” ujarnya, seperti dilansir Financial Times, Selasa (26/4). Sebab, diperlukan peran semua lapisan masyarakat di Arab Saudi, termasuk sektor swasta, untuk mewujudkan rencana tersebut.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...