Impor BBM Bisa Teratasi Dengan Menghilangkan Pemburu Rente
KATADATA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan salah satu cara mengatasi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) adalah dengan memperbaiki rantai suplainya. Untuk memperbaiki rantai suplai tersebut harus memperbanyak pengolahan.
Selama ini rantai pasokan BBM dikuasai oleh jaringan mafia. Semakin banyak impor BBM untuk kebutuhan dalam negeri, celah mafia untuk bermain di bisnis semakin besar. Makanya, selama ini upaya Indonesia membangun kilang minyak baru ataupun menambah kapasitas kilang yang ada selalu terhambat.
"Dalam suasana mafia, kami akan batasi ruang geraknya. Karena sektor ini pelan-pelan kami bereskan dari cengkraman mereka," ujar Sudirman di Jakarta, Jumat (27/11). (Baca: Pengadaan Minyak Pertamina Akan Dilakukan Secara Elektronik)
Menurutnya, pemerintah sudah melakukan beberapa cara untuk memperbaiki rantai pasokan BBM. Salah satunya adalah dengan mengaktifkan kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Ada juga tiga proyek penambahan kapasitas Kilang Cilacap. Proyek pertama adalah Residual Fluid Catalytic Cilacap (RFCC) Unit IV Kilang Cilacap. Proyek dibangun oleh konsorsium Adhi-GS E&C selama tiga tahun ini nilai investasinya mencapai US$ 846,9 juta atau lebih dari Rp 11 triliun.
Dengan proyek ini, produksi bensin Pertamax (RON 92) bisa meningkat hingga 37.500 barel per hari (bph), mengurangi impor produk minyak oktan tinggi (HOMC) hingga 20 ribu barel per hari, dan mengurangi impor Premium (RON 88) hingga 15 persen. Produksi Solar juga bisa meningkat, sehingga impornya berkurang 30 persen dan mengurangi impor Elpiji hingga 10 persen. (Baca: Sudirman Siap Bongkar Keterlibatan Istana Soal Petral)
Proyek kedua adalah Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC). Program PLBC yaitu menaikkan spesifikasi pengolahan yang dihasilkan dari Premium (RON 88) menjadi Pertamax (RON 92). Nilai investasi dari proyek tersebut adalah US$ 392 juta untuk 34 bulan. Dengan proyek ini, kapasitas pengolahan produksi Pertamax hingga 30 persen menjadi 18.600 bph. Proyek ini juga akan menghasilkan produk pertamina jenis baru sebesar 21.500 bph.
Proyek ketiga adalah Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Cilacap. Program ini meningkatkan kapasitas pengolahan kilang minyak dari 348 ribu (bph) menjadi 370 ribu bph. Proyek senilai US$ 5,5 miliar akan digarap oleh perusahaan patungan Pertamina dengan Saudi Aramco. (Baca: Dugaan Mafia Migas, Empat Manajer Petral Dinonaktifkan)
Potensi devisa yang bisa dihemat dari beroperasinya tiga proyek di Kilang Cilacap bisa mencapai US$ 15,84 juta atau sekitar Rp 214 miliar per hari. Rinciannya, RFCC bisa menghemat US$ 3,56 juta per hari, PLBC sebesar US$ 1,49 juta per hari, dan RDMP US$ 10,52 juta per hari. Penghematan sebesar US$ 270 ribu per hari juga didapat dari modernisasi kilang yang akan bisa mengolah minyak kualitas rendah.
Sudirman mengatakan semua upaya ini sebenarnya sudah bisa dilakukan Pertamina sejak lama. Bahkan pembangunan proyek-proyek tersebut juga sudah tertunda beberapa tahun. “Hanya saja ada cengkraman para pemburu rente yang menginginkan Indonesia bergantung pada impor,” ujar Sudirman. Makanya baru saat ini bisa terealisasi. (Baca: Pemerintah Siapkan Lahan untuk Bangun 4 Kilang Minyak Baru)